Wednesday, September 24, 2014

MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA SEMUSIM DAN TAHUNAN Prospek dan Bahan Tanam Padi (Oryza sativa)

Oleh : Adib Fauzan Dkk. H0712004 Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini dan pada tahun-tahun mendatang, beras masih akan menjadi sumber pangan sebagian besar penduduk Indonesia. Untuk mencapai kemandirian pangan hingga tahun 2005 Indonesia membutuhkan 34 juta ton beras atau setara dengan 54 juta ton GKG/tahun. Meski program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, tetapi belum juga terlihat tanda penurunan konsumsi beras, bahkan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Pengembangan dan peningkatan produksi beras nasional mutlak diperlukan dengan sasaran utama pencapaian swasembada pangan dan kesejahteraan petani. Kenyataan menunjukkan bahwa produksi padi nasional sejak tahun 1970 hingga 2004 meningkat hampir tiga kali lipat. Hal ini tentu terkait dengan peningkatan produktivitas dan luas areal tanam. Kebutuhan beras di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sehingga prospek tanaman padi di Indonesia cukup bagus. Keberhasilan upaya peningkatan produksi padi nasional tidak terlepas pula dari implementasi berbagai program intensifikasi yang didukung oleh inovasi teknologi pancausahatani, terutama varietas unggul dan teknologi budi daya, rekayasa kelembagaan, dan dukungan kebijakan pemerintah.
Kebutuhan pangan nasional sebenarnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor. Namun karena jumlah penduduk terus bertambah dan tersebar di banyak pulau maka ketergantungan akan pangan impor menyebabkan rentannya ketahanan pangan sehingga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Usahatani padi sudah memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan 25-35%. Oleh karena itu, beras tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional ke depannya.

B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini untuk mengetahui prospek tanaman padi di Indonesia dan menganalisa ekonomi petani tanaman padi di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan menjadi dasar pembahasan makalsah ini adalah sebagai  berikut :
1. Bagaimana kondisi argribisnis padi di Indonesia?
2. Bagaimana prospek, potensi dan arah pengembangan padi di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Prospek Padi di Indonesia
Laju peningkatan produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi yang mencapai 1,0% per tahun, tetapi disamping itu luas panen turun 0,9% per tahun (Tabel 1). Indeks panen (IP) diketahui pula menurun, dari 1,56 ditahun 2002 menjadi 1,43 di tahun 2003. Penurunan IP menggambarkan bahwa usahatani padi mulai tersaing dengan usahatani komoditas selain padi yang lebih menguntungkan. Pada tahun 2004, produksi padi mencapai 54,09 juta ton, ini berarti naik 3,74% dari tahun sebelumnya. Walaupun demikian setelah tahun 1984 Indonesia dinyatakan mencapai swasembada beras, 20 tahun kemudian (2007) negara ini kembali berswasembada beras.
Tabel. 1. Produksi, luas panen dan produktivitas usahatani padi indonesia,
 2003 dan 2004
Parameter
2003
2004
Indonesia
Produksi (000 ton GKG)
Luas Panen (000 ha)
Produktivitas (kw/ha)

Jawa
Produksi (000 ton GKG) Luas Panen (000 ha)
Produksi (kw/ha)

Luar Jawa
Produksi (000 ton GKG) Luas Panen (000 ha) Produksi (kw/ha)

52.14
11.49
45.38


28.17
5.38
52.40


23.97
5.71
39.22

54.09
11.92
45.36


24.64
6.11
51.87


24.45
6.20
39.38
Sumber: BPS, 2005
Pulau Jawa perupakan pemberi kontribusi ter-besar dalam pengadaan produksi padi di Indonesia. Luas panen dan produksi di Jawa dapat mencapai masing-masing 46,8% dan 54%. Produksi padi di lahan sawah irigasi di Jawa sangat berdampak luas terhadap penyediaan pangan nasional. Namun, pulau Jawa tidak  dapat diandalkan sepenuhnya dalam peningkatan produksi padi nasional ke depan, terutama melalui cara perluasan lahan. Pulau Jawa cukup potensial melalui peningkatan produktivitas. Selain keterbatasan sumberdaya lahan, opportunity cost usahatani padi juga makin tinggi karena makin tajamnya kompetisi penggunaan lahan, terutama antara padi dengan komoditas lain yang bernilai ekonomi lebih tinggi.
Inovasi Revolusi Hijau besar sumbangannya terhadap pengadaan produksi pangan nasional terutama beras, meskipun tidak berarti tanpa kekurangan pangan, terutama setelah terjadi ledakan hama penyakit dan anomali iklim. Pelajaran yang dapat ditarik dari implementasi Revolusi Hijau selama ini antara lain adalah besarnya sumbangan varietas unggul dan teknologi budidaya dalam peningkatan produksi padi, intensifikasi terlalu terfokus pada lahan sawah irigasi, tingginya penggunaan input, dan kurangnya perhatian terhadap pelestarian sumber daya alam.
B. Potensi Sumber Daya Lahan
Di Indonesia luas lahan yang dikembangkan untuk pertanian mencapai 24,5 juta ha di lahan basah (sawah) dan 76,3 juta ha di lahan kering. Luas lahan sawah dengan kelas sesuai untuk tanaman padi adalah 13,26 juta ha, 2,01 juta ha di antaranya terdapat di Sumatera, 1,12 juta ha di Jawa, 0,85 juta ha di Bali dan Nusa Tenggara, 1,03 juta ha di Kalimantan, 1,11 juta ha di Sulawesi, dan 7,89 juta ha di Maluku dan Papua. Dari 13,26 juta ha lahan sawah yang ada, baru 6,86 juta ha yang telah dimanfaatkan. Dengan demikian terdapat 6,4 juta ha lahan yang dapat dikembangkan untuk sawah. Namun perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut: investasi yang mungkin tinggi, kelanggengan fungsi lahan pertanian yang baru dibuka, ketersediaan tenaga kerja pertanian, dampak lingkungan atau perubahan ekosistem, degradasi lingkungan dan sebagainya, dan masih adanya alternative peningkatan produksi padi melalui peningkatan produktivitas.
Luas lahan rawa dan pasang surut yang sesuai untuk usahatani padi mrncakup 3,51 juta ha, yang tersebar di Sumatera (1,92 juta ha), Jawa (0,12 juta ha), Kalimantan (1,01 juta ha), Sulawesi (0,31 juta ha), Maluku dan Papua (3,51 juta ha). Hingga saat ini, lahan rawa pasang surut yang telah digunakan untuk sawah baru seluas 0,93 juta ha.
Lahan kering yang sesuai untuk tanaman padi diperkirakan seluas 25,33 juta ha. Potensi lahan kering belum dimanfaatkan secara optimal di daerah-daerah bagi pengembangan tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Hingga saat ini kontribusi padi gogo terhadap pengadaan produksi padi nasional baru mencapai 5-6%. Lahan kering seharusnya dapat mendukung upaya peningkatan produksi padi di Indonesia jika diolah dengan baik.
C. Potensi dan Prospek Inovasi Teknologi      
Di Indonesia telah dikembangkan berbagai teknologi yang dapat meningkatkan produksi padi nasional. Berbagai terobosan peningkatan produksi padi telah dilakukan di Indonesia. Pengguanaan dan penciptaan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan penngkatan komponen teknologi budidaya diyakini mampu meningkatkan produktivitas padi nasional.
Penelitian varietas unggul di Indonesia dapat dikatakan telah berjalan baik. Dalam periode 2000-2004, Balai Penelitian Tanaman Padi dari Badan Litbang Pertanian, menghasilkan 54 varietas unggul padi, 40 di antaranya untuk lahan sawah irigasi (termasuk 4 varietas unggul hibrida = VUH, dan 4 varietas unggul tipe baru = VUTB), 5 varietas untuk lahan kering (padi gogo), dan 9 varietas untuk lahan pasang surut. Berdasarkan masalah dan kendala produksi serta tuntutan pengguna, varietas-varietas unggul tersebut dapat di-kelompokkan menjadi dua, yaitu varietas yang dipergunakan dengan maksud meningkatkan produktivitas (VUH dan VUTB) dan varietas yang dipergunakan untuk stabilitas hasil, termasuk mutu rasa dan mutu gizi (varietas unggul spesifik, VUS).
Selain varietas unggul, dilakukan pula pengaplikasian teknologi di Indonesia. Beberapa tahun terakhir tingkat kesuburan sebagian lahan sawah irigasi menurun. Beberapa indikasinya ialah struktur tanah yang buruk, kandungan C-organik rendah, hara mikro dan kehidupan biologis juga rendah. Hal tersebut sebagai dampak dari sistem intensifikasi yang diterapkan selama ini. Untuk memperbaiki kualitas lahan dapat diupayakan melalui penggunaan bahan organik yang dikombinasikan dengan efisiensi input teknologi (umur bibit, jumlah bibit/lubang, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman, manajemen air dll) yang populer disebut model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Model PTT diharapkan menjadi salah satu pilar Revolusi Hijau Lestari dalam meningkatkan produksi padi di masa mendatang.
D. Arah Pengembangan Produksi Padi Nasional
Tahun 2025 mendatang, Indonesia dituntut untuk mampu mencukupi minimal 95% dari kebutuhan beras nasional (swasembada). Tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025, kebutuhan beras diperkirakan masing-masing sebesar 55,8 juta ton, 58,9 juta ton, 62,3 juta ton, dan 65,8 juta ton GKG. Impor beras diusahakan maksimal 5% dari kebutuhan tersebut. Usaha pemenuhan kebutuhan beras nasional hingga tahun 2025 akan ditempuh melalui dua cara: peningkatan produktivitas padi dan peningkatan areal panen padi melalui peningkatan intensitas tanam (IP), pengembangan di areal baru, termasuk sebagai tanaman sela di lahan perkebunan dan lahan bukaan baru.
Peningkatan produktivitas padi dapat diupayakan melalui (1) peningkatan hasil potensial dan aktual varietas melalui perbaikan genetik potensi hasil, ketahanan terhadap kendala biotik (hama dan penyakit), toleransi terhadap cekaman abiotik (kekeringan dan keracunan), dan perbaikan teknik budidaya menggunakan alat bantupenetapan teknologi spesifik lokasi (PTT yang diperbaiki, prescription farming); dan (2) percepatan inovasi teknologi melalui jaringan penelitan dan pengkajian, petak demonstrasi, pengembangan, sosialisasi, dan pendampingan. 
Keuntungan dari percepatan dan perluasan adopsi teknologi adalah: (1) peningkatan produksi lebih terjamin karena sifat lahan sudah dipahami petani; (2) penggunaan lahan lebih hemat sehingga lahan yang lain dapat digunakan untuk komoditas lainnya; (3) peluang peningkatan pendapatan petani lebih besar karena teknologi yang diterapkan sudah matang dan diyakini efektif meningkatkan hasil dan efisiensi, dan (4) usaha agribisnis lebih mudah karena daerah penerima adopsi umumnya telah memiliki infrastruktur yang memadai. Namun, strategi ini tidak menumbuhkan daerah pertanian baru atau kurangnya pemerataan pembangunan pertanian dan penyerapan tenaga kerja.
E. Strategi Peningkatan Padi Nasional
Strategi yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi padi nasional adalah: (1) mendorong sinergi antarsubsistem agri-bisnis; (2) meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya, modal, teknologi, dan pasar; (3) mendorong peningkatan produktivitas melalui inovasi baru; (4) memberikan insentif berusaha; (5) men-dorong diversifikasi produksi; (6) mendorong partisipasi aktif seluruh stakeholder; (7) pemberdayaan petani dan masyarakat; (8) pengem-bangan kelembagaan (kelembagaan produksi dan penanganan pascapanen, irigasi, koperasi, lumbung pangan desa, keuangan dan penyuluhan).
F. Kebijakan Pengembangan Padi
Kebijakan pengembangan padi diarahkan pada: (1) pembangun-an dan pengembangan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh, dan pemberian jaminan kehidupan yang lebih baik bagi petani; (2) peningkatan efisiensi usahatani melalui inovasi unggul dan berdaya saing; (3) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat mendukung ketahanan ekonomi dan pelestarian lingkungan;                                  (4) pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; dan (5) pengembangan kelembagaan dan kemitraan yang modern, tangguh, efisien, dan produktif.
G. Program Peningkatan Hasil Produksi
Program yang dicanangkan meliputi (1) pengembangan sarana dan prasarana, (2) pengembangan sistem perbenihan, (3) akselerasi peningkatan produktivitas (intensifikasi), (4) perluasan areal tanam (ekstensifikasi),                       (5) pengembangan sistem perlindungan, (6) peng-olahan dan pemasaran hasil,                 (7) pengembangan kelembagaan, dan (8) pemantapan manajemen pembangunan pertanian.
E. Analisis Ekonomi Usahatani Padi
Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan analisis pendapatan memiliki kegunaan bagi pemilik faktor produksi yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.
Menurut Hernanto (1991), pendapatan usahatani yang diperoleh petani belum cukup menggambarkan tingkat efisiensi. Diperlukan ukuran-ukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi penghasilan usahatani diantaranya : (a) penghasilan kerja usahatani per setara Pria; (b) pendapatan per unit areal usahatani, dan (c) analisis imbangan penerimaan terhadap biaya.
Berikut adalah analisis ekonomi usahatani padi tahun 2012 :

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
       Prospek usaha penanaman padi di Indonesia sangat besar peluangnya. Upaya peningkatan produksi padi guna mempertahankan swa-sembada sampai tahun 2025 membutuhkan upaya peningkatan produksi padi guna mempertahankan swa-sembada sampai tahun 2025 membutuhkan investasi sebesar Rp.85,4 trilyun untuk pengembangan dan perluasan adopsi teknologi (varietas dan pendekatan budidaya). Dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaku agribisnis padi, baik masyarakat (petani) maupun swasta, akan mempercepat upaya peningkatan investasi.
Selain itu, sasaran produksi dan produk berbasis beras juga ditujukan untuk peningkatan kualitas, jenis, dan nilai gizi, selaras dengan dinamika permintaan dan preferensi konsumen yang makin beragam dan meningkat yang ditempuh melalui pendekatan perbaikan genetik maupun teknologi pascapanen.
Biaya produksi dalam usahatani terdiri dari Biaya tetap dan biaya variabel, Biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak dibayarkan, Biaya langsung dan biaya tidak langsung. Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa Penerimaan total (Total Revenue /TR) usahatani padi dalam satu tahun adalah adalah sebesar Rp. 16.875.000. Total biayanya (TC) dalam satu tahun sebesar Rp 3.543.752. Pendapatan Total sebesar Profit (π) = TR – TC =Rp. 16.875.000 - Rp 3.543.752 = Rp. 13.331.248.


No comments:

Post a Comment