Oleh : Adib Fauzan Dkk. H0712004 Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat
ini dan pada tahun-tahun mendatang, beras masih akan menjadi sumber pangan
sebagian besar penduduk Indonesia. Untuk mencapai kemandirian pangan hingga
tahun 2005 Indonesia membutuhkan 34 juta ton beras atau setara dengan 54 juta
ton GKG/tahun. Meski program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan,
tetapi belum juga terlihat tanda penurunan konsumsi beras, bahkan cenderung
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Pengembangan
dan peningkatan produksi beras nasional mutlak diperlukan dengan sasaran utama
pencapaian swasembada pangan dan kesejahteraan petani. Kenyataan menunjukkan
bahwa produksi padi nasional sejak tahun 1970 hingga 2004 meningkat hampir tiga
kali lipat. Hal ini tentu terkait dengan peningkatan produktivitas dan luas
areal tanam. Kebutuhan beras di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat
sehingga prospek tanaman padi di Indonesia cukup bagus. Keberhasilan upaya
peningkatan produksi padi nasional tidak terlepas pula dari implementasi
berbagai program intensifikasi yang didukung oleh inovasi teknologi
pancausahatani, terutama varietas unggul dan teknologi budi daya, rekayasa kelembagaan,
dan dukungan kebijakan pemerintah.
Kebutuhan
pangan nasional sebenarnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor.
Namun karena jumlah penduduk terus bertambah dan tersebar di banyak pulau maka
ketergantungan akan pangan impor menyebabkan rentannya ketahanan pangan sehingga
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan
bahkan politik. Usahatani padi sudah memberikan kesempatan kerja dan pendapatan
bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan 25-35%. Oleh
karena itu, beras tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan
ketahanan pangan nasional ke depannya.
B.
Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini untuk mengetahui prospek tanaman padi di Indonesia dan
menganalisa ekonomi petani tanaman padi di Indonesia.
C.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang akan menjadi dasar pembahasan makalsah ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana kondisi argribisnis padi di Indonesia?
2.
Bagaimana prospek, potensi dan arah pengembangan padi di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Prospek Padi di Indonesia
Laju
peningkatan produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi yang mencapai 1,0% per
tahun, tetapi disamping itu luas panen turun 0,9% per tahun (Tabel 1). Indeks
panen (IP) diketahui pula menurun, dari 1,56 ditahun 2002 menjadi 1,43 di tahun
2003. Penurunan IP menggambarkan bahwa usahatani padi mulai tersaing dengan
usahatani komoditas selain padi yang lebih menguntungkan. Pada tahun 2004, produksi
padi mencapai 54,09 juta ton, ini berarti naik 3,74% dari tahun sebelumnya. Walaupun
demikian setelah tahun 1984 Indonesia dinyatakan mencapai swasembada beras, 20
tahun kemudian (2007) negara ini kembali berswasembada beras.
Tabel.
1. Produksi, luas panen dan produktivitas usahatani padi indonesia,
2003 dan 2004
Parameter
|
2003
|
2004
|
Indonesia
Produksi (000 ton GKG)
Luas Panen (000 ha)
Produktivitas (kw/ha)
Jawa
Produksi (000 ton GKG) Luas
Panen (000 ha)
Produksi (kw/ha)
Luar Jawa
Produksi (000 ton GKG) Luas
Panen (000 ha) Produksi (kw/ha)
|
52.14
11.49
45.38
28.17
5.38
52.40
23.97
5.71
39.22
|
54.09
11.92
45.36
24.64
6.11
51.87
24.45
6.20
39.38
|
Sumber:
BPS, 2005
Pulau
Jawa perupakan pemberi kontribusi ter-besar dalam pengadaan produksi padi di
Indonesia. Luas panen dan produksi di Jawa dapat mencapai masing-masing 46,8%
dan 54%. Produksi padi di lahan sawah irigasi di Jawa sangat berdampak luas
terhadap penyediaan pangan nasional. Namun, pulau Jawa tidak dapat diandalkan sepenuhnya dalam peningkatan
produksi padi nasional ke depan, terutama melalui cara perluasan lahan. Pulau
Jawa cukup potensial melalui peningkatan produktivitas. Selain keterbatasan
sumberdaya lahan, opportunity cost
usahatani padi juga makin tinggi karena makin tajamnya kompetisi penggunaan
lahan, terutama antara padi dengan komoditas lain yang bernilai ekonomi lebih
tinggi.
Inovasi
Revolusi Hijau besar sumbangannya terhadap pengadaan produksi pangan nasional
terutama beras, meskipun tidak berarti tanpa kekurangan pangan, terutama
setelah terjadi ledakan hama penyakit dan anomali iklim. Pelajaran yang dapat
ditarik dari implementasi Revolusi Hijau selama ini antara lain adalah besarnya
sumbangan varietas unggul dan teknologi budidaya dalam peningkatan produksi
padi, intensifikasi terlalu terfokus pada lahan sawah irigasi, tingginya
penggunaan input, dan kurangnya perhatian terhadap pelestarian sumber daya alam.
B.
Potensi Sumber Daya Lahan
Di Indonesia luas lahan yang dikembangkan untuk pertanian mencapai
24,5 juta ha di lahan basah (sawah) dan 76,3 juta ha di lahan kering. Luas
lahan sawah dengan kelas sesuai untuk tanaman padi adalah 13,26 juta ha, 2,01 juta
ha di antaranya terdapat di Sumatera, 1,12 juta ha di Jawa, 0,85 juta ha di
Bali dan Nusa Tenggara, 1,03 juta ha di Kalimantan, 1,11 juta ha di Sulawesi,
dan 7,89 juta ha di Maluku dan Papua. Dari 13,26 juta ha lahan sawah yang ada,
baru 6,86 juta ha yang telah dimanfaatkan.
Dengan demikian terdapat 6,4 juta ha lahan yang dapat dikembangkan untuk
sawah. Namun perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut: investasi yang mungkin
tinggi, kelanggengan fungsi lahan pertanian yang baru dibuka, ketersediaan tenaga
kerja pertanian, dampak lingkungan atau perubahan ekosistem, degradasi
lingkungan dan sebagainya, dan masih adanya alternative peningkatan produksi
padi melalui peningkatan produktivitas.
Luas lahan rawa dan pasang surut yang sesuai untuk usahatani padi
mrncakup 3,51 juta ha, yang tersebar di Sumatera (1,92 juta ha), Jawa (0,12
juta ha), Kalimantan (1,01 juta ha), Sulawesi (0,31 juta ha), Maluku dan Papua
(3,51 juta ha). Hingga saat ini, lahan rawa pasang surut yang telah digunakan
untuk sawah baru seluas 0,93 juta ha.
Lahan kering yang sesuai untuk tanaman padi diperkirakan seluas
25,33 juta ha. Potensi lahan kering belum dimanfaatkan secara optimal di
daerah-daerah bagi pengembangan tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Hingga
saat ini kontribusi padi gogo terhadap pengadaan produksi padi nasional baru
mencapai 5-6%. Lahan kering seharusnya dapat mendukung upaya peningkatan
produksi padi di Indonesia jika diolah dengan baik.
C. Potensi dan Prospek
Inovasi Teknologi
Di Indonesia telah dikembangkan berbagai teknologi yang dapat
meningkatkan produksi padi nasional. Berbagai terobosan peningkatan produksi
padi telah dilakukan di Indonesia. Pengguanaan dan penciptaan varietas unggul
berdaya hasil tinggi dan penngkatan komponen teknologi budidaya diyakini mampu meningkatkan
produktivitas padi nasional.
Penelitian varietas unggul di Indonesia dapat dikatakan telah
berjalan baik. Dalam periode 2000-2004, Balai Penelitian Tanaman Padi dari
Badan Litbang Pertanian, menghasilkan 54 varietas unggul padi, 40 di antaranya
untuk lahan sawah irigasi (termasuk 4 varietas unggul hibrida = VUH, dan 4
varietas unggul tipe baru = VUTB), 5 varietas untuk lahan kering (padi gogo),
dan 9 varietas untuk lahan pasang surut. Berdasarkan masalah dan kendala
produksi serta tuntutan pengguna, varietas-varietas unggul tersebut dapat
di-kelompokkan menjadi dua, yaitu varietas yang dipergunakan dengan maksud meningkatkan
produktivitas (VUH dan VUTB) dan varietas yang dipergunakan untuk stabilitas
hasil, termasuk mutu rasa dan mutu gizi (varietas unggul spesifik, VUS).
Selain varietas unggul, dilakukan pula pengaplikasian teknologi
di Indonesia. Beberapa tahun terakhir tingkat kesuburan sebagian lahan sawah
irigasi menurun. Beberapa indikasinya ialah struktur tanah yang buruk,
kandungan C-organik rendah, hara mikro dan kehidupan biologis juga rendah. Hal
tersebut sebagai dampak dari sistem intensifikasi yang diterapkan selama ini.
Untuk memperbaiki kualitas lahan dapat diupayakan melalui penggunaan bahan
organik yang dikombinasikan dengan efisiensi input teknologi (umur bibit,
jumlah bibit/lubang, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman, manajemen air dll)
yang populer disebut model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT).
Model PTT diharapkan menjadi salah satu pilar Revolusi Hijau Lestari dalam meningkatkan
produksi padi di masa mendatang.
D. Arah Pengembangan Produksi Padi Nasional
Tahun
2025 mendatang, Indonesia dituntut untuk mampu mencukupi minimal 95% dari
kebutuhan beras nasional (swasembada). Tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025,
kebutuhan beras diperkirakan masing-masing sebesar 55,8 juta ton, 58,9 juta
ton, 62,3 juta ton, dan 65,8 juta ton GKG. Impor beras diusahakan maksimal 5%
dari kebutuhan tersebut. Usaha pemenuhan kebutuhan beras nasional hingga tahun
2025 akan ditempuh melalui dua cara: peningkatan produktivitas padi dan peningkatan
areal panen padi melalui peningkatan intensitas tanam (IP), pengembangan di
areal baru, termasuk sebagai tanaman sela di lahan perkebunan dan lahan bukaan
baru.
Peningkatan
produktivitas padi dapat diupayakan melalui (1) peningkatan hasil potensial dan
aktual varietas melalui perbaikan genetik potensi hasil, ketahanan terhadap
kendala biotik (hama dan penyakit), toleransi terhadap cekaman abiotik
(kekeringan dan keracunan), dan perbaikan teknik budidaya menggunakan alat
bantupenetapan teknologi spesifik lokasi (PTT yang diperbaiki, prescription farming);
dan (2) percepatan inovasi teknologi melalui jaringan penelitan dan pengkajian,
petak demonstrasi, pengembangan, sosialisasi, dan pendampingan.
Keuntungan
dari percepatan dan perluasan adopsi teknologi adalah: (1) peningkatan produksi
lebih terjamin karena sifat lahan sudah dipahami petani; (2) penggunaan lahan
lebih hemat sehingga lahan yang lain dapat digunakan untuk komoditas lainnya;
(3) peluang peningkatan pendapatan petani lebih besar karena teknologi yang diterapkan
sudah matang dan diyakini efektif meningkatkan hasil dan efisiensi, dan (4)
usaha agribisnis lebih mudah karena daerah penerima adopsi umumnya telah
memiliki infrastruktur yang memadai. Namun, strategi ini tidak menumbuhkan
daerah pertanian baru atau kurangnya pemerataan pembangunan pertanian dan
penyerapan tenaga kerja.
E.
Strategi Peningkatan Padi Nasional
Strategi
yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi padi nasional adalah: (1)
mendorong sinergi antarsubsistem agri-bisnis; (2) meningkatkan akses petani
terhadap sumberdaya, modal, teknologi, dan pasar; (3) mendorong peningkatan
produktivitas melalui inovasi baru; (4) memberikan insentif berusaha; (5)
men-dorong diversifikasi produksi; (6) mendorong partisipasi aktif seluruh
stakeholder; (7) pemberdayaan petani dan masyarakat; (8) pengem-bangan
kelembagaan (kelembagaan produksi dan penanganan pascapanen, irigasi, koperasi,
lumbung pangan desa, keuangan dan penyuluhan).
F.
Kebijakan Pengembangan Padi
Kebijakan
pengembangan padi diarahkan pada: (1) pembangun-an dan pengembangan kawasan agribisnis
padi yang modern, tangguh, dan pemberian jaminan kehidupan yang lebih baik bagi
petani; (2) peningkatan efisiensi usahatani melalui inovasi unggul dan berdaya
saing; (3) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, efisien
dan produktif serta berkelanjutan yang dapat mendukung ketahanan ekonomi dan
pelestarian lingkungan; (4)
pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; dan (5) pengembangan kelembagaan
dan kemitraan yang modern, tangguh, efisien, dan produktif.
G.
Program Peningkatan Hasil Produksi
Program
yang dicanangkan meliputi (1) pengembangan sarana dan prasarana, (2)
pengembangan sistem perbenihan, (3) akselerasi peningkatan produktivitas
(intensifikasi), (4) perluasan areal tanam (ekstensifikasi), (5) pengembangan sistem
perlindungan, (6) peng-olahan dan pemasaran hasil, (7) pengembangan kelembagaan,
dan (8) pemantapan manajemen pembangunan pertanian.
E.
Analisis Ekonomi Usahatani Padi
Soeharjo
dan Patong (1973), menyatakan analisis pendapatan memiliki kegunaan bagi
pemilik faktor produksi yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu
kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu
kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi
petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil
atau tidak.
Menurut
Hernanto (1991), pendapatan usahatani yang diperoleh petani belum cukup
menggambarkan tingkat efisiensi. Diperlukan ukuran-ukuran untuk mengetahui
tingkat efisiensi penghasilan usahatani diantaranya : (a) penghasilan kerja
usahatani per setara Pria; (b) pendapatan per unit areal usahatani, dan (c)
analisis imbangan penerimaan terhadap biaya.
Berikut
adalah analisis ekonomi usahatani padi tahun 2012 :
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Prospek usaha penanaman padi di Indonesia
sangat besar peluangnya. Upaya peningkatan produksi padi guna mempertahankan
swa-sembada sampai tahun 2025 membutuhkan upaya peningkatan produksi padi guna
mempertahankan swa-sembada sampai tahun 2025 membutuhkan investasi sebesar
Rp.85,4 trilyun untuk pengembangan dan perluasan adopsi teknologi (varietas dan
pendekatan budidaya). Dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaku agribisnis
padi, baik masyarakat (petani) maupun swasta, akan mempercepat upaya
peningkatan investasi.
Selain
itu, sasaran produksi dan produk berbasis beras juga ditujukan untuk
peningkatan kualitas, jenis, dan nilai gizi, selaras dengan dinamika permintaan
dan preferensi konsumen yang makin beragam dan meningkat yang ditempuh melalui
pendekatan perbaikan genetik maupun teknologi pascapanen.
Biaya
produksi dalam usahatani terdiri dari Biaya tetap dan biaya
variabel, Biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak dibayarkan, Biaya langsung
dan biaya tidak langsung. Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan
bahwa Penerimaan total (Total Revenue /TR) usahatani padi dalam satu tahun
adalah adalah sebesar Rp. 16.875.000. Total biayanya (TC) dalam satu
tahun sebesar Rp 3.543.752. Pendapatan Total sebesar Profit (π)
= TR – TC =Rp. 16.875.000 - Rp 3.543.752 = Rp. 13.331.248.
No comments:
Post a Comment