Wednesday, September 24, 2014

MAKALAH KULTUR JARINGAN Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Al

Oleh : Adib Fauzan Dkk. H0712004 Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS
BAB I
PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditi strategis, setiap tahun Indonesia selalu mengimpor komoditi tersebut karena pasokan dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan yang selalu meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan lahan bermasalah antara lain lahan kering yang luasnya mencapai 12.8 juta hektar .
Tingginya kebutuhan kedelai nasional tidak diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi pula. Hal ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor sejumlah besar kedelai setiap tahunnya. Untuk menurunkan jumlah impor kedelai, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan produksi kedelai, terutama dengan memanfaatkan lahan-lahan masam yang mencapai 102.8 juta hektar di seluruh Indonesia (Hidayat dan Mulyani 2002). Dari luas yang sesuai tersebut, lahan yang masih tersedia untuk ekstensifikasi pertanian adalah sekitar 20 juta Ha.
Masalah yang umum dihadapi pada pertanaman di tanah masam adalah kemasaman tanah yang rendah, keracunan Al dan kekahatan hara seperti N, P, K, Ca, Mg dan Mo serta kekurangaktifan mikroba tanah. Gejala umum keracunan Al adalah terhambatnya pertumbuhan akar sebagai akibat terhambatnya pemanjangan sel. Varietas kedelai yang umum digunakan petani memerlukan pH cukup tinggi ( ± 6 ) dan peka terhadap kandungan Al yang tinggi. Untuk mengembangkan pertanaman kedelai di lahan masam diperlukan varietas-varietas yang toleran terhadap pH rendah dan Al tinggi.
Karena sumber ketahanan terhadap Al pada kedelai sampai saat ini sangat terbatas, maka perbaikan untuk karakter tersebut dilakukan melalui metode seleksi in vitro. Metode ini telah digunakan untuk meningkatkan sifat resistensi pada beberapa jenis tanaman, baik untuk cekaman biotik maupun abiotik. Keberhasilan menumbuhkan sel somatik yang mempunyai sifat totipotensi mempunyai nilai yang berarti dalam mendukung perkembangan pertanian melalui perbaikan tanaman untuk menghasilkan varietas unggul baru.

Seleksi in vitro merupakan salah satu metoda keragaman somaklonal yang telah banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik. Metoda keragaman somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcraft (1981) yaitu keragaman genetik yang ditimbulkan dari sel somatik dan potensial digunakan dalam pemuliaan untuk merakit varietas baru. Perbaikan tanaman melalui kultur in vitro saling melengkapi dengan pemuliaan secara in vitro.
Perbaikan tanaman melalui keragaman somaklonal telah banyak dilakukan antara lain untuk sifat ketahanan terhadap faktor biotik maupun abiotik. Ahloowalia (1986) menyatakan bahwa cara tersebut berguna bila dapat menambah komponen keragaman genetik yang tidak ditemukan di alam serta merubah sifat dari kultivar yang ada menjadi lebih baik terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau menyerbuk sendiri.
Keragaman somaklonal dapat dicapai melalui kultur protoplas, kultur sel, regenerasi langsung dan seleksi in vitro. Individu dalam populasi yang dihasilkan dari keragaman somaklonal disebut somaklon. Seleksi in vitro merupakan salah satu metoda dari variasi somaklonal, namun cara tersebut lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih terarah kepada penyaringan sifat yang diinginkan. Dengan kultur in vitro berbagai sel varian dihasilkan dan diseleksi dengan komponen seleksi tertentu. Frekuensi diperolehnya somaklon yang diinginkan dapat meningkat karena intensitas seleksi yang efektif dan homogen terhadap massa sel yang diberikan.
Melalui metoda keragaman somaklonal maka sel varian dapat diinduksi dan selanjutnya diseleksi dengan komponen seleksi yang ada dalam media. Variasi somaklonal merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi oleh kondisi in vitro. Keberhasilan penggunaan teknik seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik memerlukan tersedianya : 1) Keragaman di tingkat sel/jaringan 2) Metode seleksi in vitro untuk identifikasi sel yang toleran cekaman kekeringan 3) Metode regenerasi sel / jaringan yang toleran menjadi tanaman (Widoretno, 2003).
Perubahan genetik dapat terjadi selama periode kultur in vitro atau karena adanya sel-sel yang bermutan pada jaringan induknya (Ahloowalia, 1986; Evans dan Sharp, 1986). Daud (1996) menyatakan bahwa mutasi spontan pada sel somatik berkisar 0.2 - 3%. Menurut Amberger et al., (1992), persentase variasi somaklonal pada kedelai mencapai 8%. Disamping itu pada tanaman yang sama persentasenya mencapai 2 - 7% untuk karakter kandungan minyak dan 2.5 - 7% untuk kegenjahan umur panen .Seleksi in vitro untuk meningkatkan ketahanan sel terhadap Al telah digunakan pada tomat dan kentang dan sorghum. Komponen seleksi yang digunakan yaitu Al dengan kondisi lingkungan media kemasaman yang rendah. Unsur Al dapat diberikan dalam bentuk AlCl3.6H2O vatau garam mineral lainnya.

BAB II
ISI

A.  Kedelai (Glycine max)
1.    Sejarah  Singkat Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar 10- 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagaikedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerahManshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan kenegara-negara lain di Amerika dan Afrika.
2.     Taksonomi Tanaman kedelai
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanamankedelai sebagai berikut :
Divisio             : Spermatophyta
Classis             : Dicotyledoneae
Ordo                : Rosales
Familia            : Papilionaceae
Genus              : Glycine
Species            Glycine max (L.) Merill

3.    Morfologi Tanaman  Kedelai
a.    Biji
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endospperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telurBiji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah prosespembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.
b.    Kecambah
Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah dibawah kepaing, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran.
c.     Akar
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3).

d.   Batang dan Cabang
Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil.
Kedelai berbatang dengan tinggi 30–100 cm. Batang dapat membentuk 3sampai 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
e.    Bunga
Sebagian besar kedelai mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia.
f.      Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.
g.     Buah atau Polong
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiapkelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akansemakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuningkecoklatan pada saat masak.
4.    Syarat Pertumbuhan
a.    Tanah
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah,tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratantumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam punkedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akanmenyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenistanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol.Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyakpasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahanpupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup.
Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis(kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan jugamerupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untukpertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak tergenang air waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organisangat penting artinya.
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhanbakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul. Ketinggian Tempat juga berpengaruh, varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5- 300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl.
b.    Panjang hari (photoperiode)
Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50  -60 hari menjadi 35 – 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek. Perbedaan di atas tidak hanya terjadi pada pertanaman kedelaiyang ditanam di daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi pada tanamankedelai yang ditanam di dataran rendah (<20 m dpl) dan dataran tinggi (>1000 m dpl). Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam didatarn rendah. Kedelai yang ditanam di bawah naungan tanaman tahunan,seperti kelapa, jati, dan mangga, akan mendapatkan sinar matahari yang lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan yang tidak melebihi 30% tidak banyak berpengaruh negatif terhadap penerimaan sinar matahari olehtanaman kedelai.
c.     Suhu
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<15°C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah(10°C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C.
d.   Distribusi curah hujan
Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu  jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, system pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman  kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai.
Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan pada lahan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong. Untuk dapat mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk perkecambahan.
Selain itu, juga harus didasarkan pada pola distribusi curah hujan yang terjadi di daerah tersebut. Tanaman kedelai sebenarnya cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman  kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisitanah yang optimal. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelaimemerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam.
B.  Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Al  pada Tanaman Kedelai
Masalah yang sering dihadapi dalam seleksi in vitro adalah sulit beregenerasinya massa sel toleran Al dan pH rendah. Penelitian untuk regenerasi massa sel embriogenik setelah di seleksi pada kondisi Al berbeda dan pH rendah  dilakukan dengan menggunakan embrio zigotik muda dan varietas yang dapat beregenerasi melalui jalur embrigenesis somatis, yaitu Wilis, dan dua varietas yang toleran terhadap kemasaman tanah yaitu Sindoro, dan Slamet yang digunakan sebagai kontrol. Embrio zigotik muda diisolasi dari polong muda 12 - 20 hari setelah penyerbukan. Sebelum ditanam embrio zigotik terlebih dahulu diradiasi dengan sinar gamma dosis 0 dan 400 rad untuk meningkatkan keragaman.
Setelah diradiasi, embrio zigotik muda dikulturkan pada media semi solid MS (Murashige dan Skoog, 1962) dengan vitamin B5, dan diperkaya dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D konsentrasi tinggi serta dikombinasi dengan beberapa asam amino, sukrosa, dan gel rite sebagai pemadat. Seleksi massa sel embriogenik tanaman kedelai dilakukan dengan mengkulturkannya pada media seleksi dengan tahapan yang berbeda. Seleksi dilakukan pada media yang sama dengan media induksi kalus dengan penambahan AlCl3.6H2 O (0, 100, 400, 300, dan 500 ppm) dan pH 4. Untuk memunculkan sifat toksisitas Al dan memunculkan mutan-mutan baru, media MS dimodifikasi dengan menggunakan NH4NO3 =2400mg/l, CaCl2.2H2 O=15mg/l, KH2PO4 =13mg/l, dan Fe vang digunakan (FeSO4 .7H2 O=28mg/l) tidak dikelat oleh EDTA.
Tabel 1. Jumlah Benih Somatik Tiga Varietas Kedelai yang Terbentuk pada Media Seleksi
Varietas/intensitas radiasi
Jumlah benih Somatik  pada Konsentrasi Al(ppm)
Jumlah
0
100
200
300
400
500
Wilis
Kontrol
400 rad
Sindoro
Kontrol
400 rad
Slamet
Kontrol
400 rad


12
132

10
62

23
14

10
105

9
69

20
9

7
67

6
25

14
13

4
52

8
25

15
10

6
42

7
23

10
6

7
48

6
21

10
8

46
446

46
225

92
60
Sumber : Mariska et al  (2001)
Benih somatik yang berhasil diregenerasikan dari sel yang toleran Al dan pH rendah kemudian diaklimatisasi atau diperbanyak terlebih dahulu secara in vitro untuk kegiatan selanjutnya. Pada media seleksi terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi Al maka semakin rendah daya regenerasi membentuk benih somatik (Tabel 1). Dengan radiasi nampaknya dapat memacu daya regenerasi kalus membentuk benih somatik. Untuk kontrol (tanpa radiasi) secara visual terlihat kalus yang terbentuk lebih besar dan pertumbuhannya sangat cepat sehingga menghambat perkembangan struktur embrio somatic.
  
Tabel 2. Jumlah Benih Somatik Tiga Varietas Kedelai Setelah Seleksi dengan Kondisi Al berbeda pada media perkecambahan
Varietas/intensitas radiasi
Jumlah benih Somatik  pada Konsentrasi Al(ppm)
Jumlah
0
100
200
300
400
500
Wilis
Kontrol
400 rad
Sindoro
Kontrol
400 rad
Slamet
Kontrol
400 rad


3
9

0
5

7
3

16
15

0
4

15
2

8
24

3
9

4
1

1
12

0
17

7
1

7
6

1
11

4
0

4
3

1
9

7
6

39
69

5
55

44
13
Sumber : Mariska et al  (2001)
Benih somatik yang terbentuk pada media seleksi kemudian di sub kultur pada media perkecambahan (Tabel 2). Pada media tersebut terlihat adanya penurunan kemampuan regenerasi membentuk benih somatik yang strukturnya sempurna. Bahkan pada varietas Slamet benih somatik yang terbentuk pada umumnya tidak sempurna. Dari hasil seleksi in vitro diperoleh 39 benih somatik yang telah diaklimatisasi.
Dari penampakan visual biakan terlihat bahwa benih somatik Slamet tidak tumbuh secara normal, sehingga untuk varietas Slamet somatik yang diaklimatisasi mati semua. Dari ke-39 benih somatik tersebut hanya 12 yang dapat tumbuh sampai berproduksi, sedangkan sisanya mati sebelum berbunga. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada tanaman kedelai yang sering menjadi masalah pada regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik adalah pembentukan benih somatik yang tidak normal dan keberhasilan yang rendah dalam tahap aklimatisasi.


BAB III
KESIMPULAN

Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar 10- 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
Masalah yang umum dihadapi pada pertanaman di tanah masam adalah kemasaman tanah yang rendah, keracunan Al dan kekahatan hara seperti N, P, K, Ca, Mg dan Mo serta kekurangaktifan mikroba tanah. Gejala umum keracunan Al adalah terhambatnya pertumbuhan akar sebagai akibat terhambatnya pemanjangan sel. Varietas kedelai yang umum digunakan petani memerlukan pH cukup tinggi ( ± 6 ) dan peka terhadap kandungan Al yang tinggi. Untuk mengembangkan pertanaman kedelai di lahan masam diperlukan varietas-varietas yang toleran terhadap pH rendah dan Al tinggi.
Karena sumber ketahanan terhadap Al pada kedelai sampai saat ini sangat terbatas, maka perbaikan untuk karakter tersebut dilakukan melalui metode seleksi in vitro. Metode ini telah digunakan untuk meningkatkan sifat resistensi pada beberapa jenis tanaman, baik untuk cekaman biotik maupun abiotik. Keberhasilan menumbuhkan sel somatik yang mempunyai sifat totipotensi mempunyai nilai yang berarti dalam mendukung perkembangan pertanian melalui perbaikan tanaman untuk menghasilkan varietas unggul baru.
Benih somatik yang berhasil diregenerasikan dari sel yang toleran Al dan pH rendah kemudian diaklimatisasi atau diperbanyak terlebih dahulu secara in vitro untuk kegiatan selanjutnya. Pada media seleksi terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi Al maka semakin rendah daya regenerasi membentuk benih somatic. Dengan radiasi nampaknya dapat memacu daya regenerasi kalus membentuk benih somatik. Untuk kontrol (tanpa radiasi) secara visual terlihat kalus yang terbentuk lebih besar dan pertumbuhannya sangat cepat sehingga menghambat perkembangan struktur embrio somatic.
Dari penampakan visual biakan terlihat bahwa benih somatik Slamet tidak tumbuh secara normal, sehingga untuk varietas Slamet somatik yang diaklimatisasi mati semua. Dari ke-39 benih somatik tersebut hanya 12 yang dapat tumbuh sampai berproduksi, sedangkan sisanya mati sebelum berbunga. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada tanaman kedelai yang sering menjadi masalah pada regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik adalah pembentukan benih somatik yang tidak normal dan keberhasilan yang rendah dalam tahap aklimatisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto B, B Santoso R, Marwoto, K Astanto, Nasir Saleh, Arief Harsono dan Sumarno 1995. Prospek pengembangan kedelai di Nusa Tenggara Timur. Edisi Khusus Balitkabi 3:107-120.
Adkins, Kunanu VR., Godwin ID 1995. Somaclonal variation in rice-drought tolerance and other agronomic characters. Aust. J. Bot. 43:201-109.
Ahloowalia B  1986. Limitation to the use of somaclonal variation in crop improvement. In: Semal, J. (Ed.). Somaclonal Variation and Crop Improvement. Martinus Nijhoff Publ. Dordrecht. P.15-27.
Amberger LA, Palmer RG, Shoemaker RC 1992. Analysis of culture induced variation in soybean. Crop Sci. 32:1103-1108.
Bates, L.S., R.P. Walden and I.D. Teare 1975. Rapid determination of free proline for water stress studies. Plant and Soil. 39:205-207.
Gangopadhyay, G., Basu S., Gupta  1997. In vitro selection and physiology caharcterization of NaCl and mannitol adapted callus lives in Brassica juncea. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 50:164-169.
Gulati, A., Jaiwal, P. 1993. Selection and characterization of mannitol- tolerant callus lines of Vigna radiata (L.) Wilczek. Plant Cell Tissue and Organ Culture 34:35-41.
Hawbeker, M.S., Fehr, W.R., Mansur, L.M., Shoemaker, R.C. and Palmer, R.G 1993. Genetic variation for quantitative traits in soybean lines derived from tissue culture. Theor. App. Genet. 87:49-53.
Heve 1999. Osmoregulatory role of proline in plant exposed to environtmental stress, In Perssarakli, M. Handbook of Plant and Crop Stress. Second Edition, Revised and Expanded.

No comments:

Post a Comment