BAB I
PENDAHULUAN
Kentang
merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting di Indonesia. Penyakit
hawar daun yang disebabkan oleh jamur Phytophthora
infestans adalah penyakit yang sangat penting pada tanaman kentang di
Indonesia. Penyakit ini mempunyai makna sejarah yang penting di Eropa, karena
pada periode 1830-1845 telah menimbulkan kerusakan pada pertanaman kentang di
Eropa dan Amerika. Kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut telah
menimbulkan kelaparan besar di Irlandia yang mengakibatkan ratusan ribu
penduduk meninggal. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah sebagai The Great Famine. Sejak saat itu,
penyakit ini telah menjadi kendala utama produksi kedua komoditas pertanian
tersebut di dunia, terutama di daerah yang beriklim sejuk dan lembab.
Pada
kentang, patogen hawar daun mula-mula dideskripsi di Perancis pada tahun 1845
oleh Montagne. Pada tahun 1876, setelah melakukan penelitian selama
bertahun-tahun, Anton de Bary mengukuhkan nama patogen Phytophthora infestans sebagai penyebab penyakit hawar daun pada
kentang. Listanto (2010) menyatakan bahwa Phytophthora
infestans merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo
Peronosporales dan family Pythiaceae.
Phytophthora infestans dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman
kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini
telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia.
Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan
dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab.timbulnya
Penyakit Hawar Daun pada Tanaman Kentang ?
2. Apa saja gejala Serangan
Penyakit Hawar Daun ?
3. Bagaimana Morfologi dan
Daur Penyakit Hawar Daun ?
4. Dimana sajakah Daerah
Sebaran Penyakit Hawar Daun ?
5. Bagaimanakah Pengendalian
Penyakit Hawar Daun ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Profil Tanaman Kentang(Solanum
tuberosum L)
Tanaman ini berasal dari
daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa
memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18. Sentra tanaman yang utama
adalah Lembang dan Pangalengan (Jawa Barat), Magelang (Jawa Timur), Bali.
Produksi kentang pada tahun 1998 mencapai 1.011.316 ton. Kentang (Solanum
tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek
dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu
kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari.
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanun
tuberosum L.
Dari tanaman ini dikenal
pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar, di antaranya Solanum
andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan lain-lain. Varitas
kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning varitas Granola,
Atlantis, Cipanas dan Segunung
Melihat kandungan gizinya,
kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Kentang menjadi makanan pokok di
banyak negara barat. Zat-zat gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan adalah
kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram,
kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan vitamin B 0,04 mg.
B. Penyakit Hawar Daun pada
Tanaman Kentang
Hawar daun kentang (Phytoptora infestans)
Nama latin
: Phytophthora infestans
Nama umum
: busuk daun kentang
Kingdom
: Chromalveolata
Filum
: Herokontophyta
Kelas
: Oomycetes
Ordo
: Peronosporales
Family
: Phythiaceae
Genus
: Phytophthora
Spesies
: Phytophthora infestans
Tipe gejala penyakit: Gejala nekrotik
Patogen penyebab penyakit: jamur
Inang utama
: Kentang
Inang
alternatif
: melon, tomat
C. Gejala Serangan Penyakit
Hawar Daun
Penyakit hawar daun kentang
disebabkan oleh cendawan Phytophthora
infestans , yang semula disebut Botrytis
infestans Mont. Miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak
houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan
percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah
peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak
langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan
membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau
zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang.
Jamur Phytophthora infestans diketahui mempunyai banyak ras
fisiologi.
Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung daun, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Perkembangan bercak penyakit pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18˚C – 20˚C. Pada suhu udara 30˚C perkembangan bercak terhambat. Oleh karena itu di dataran rendah ( kurang dari 500 dpl ) penyakit busuk daun tidak merupakan masalah. Epidemi penyakit busuk daun biasanya terjadi pada suhu 16˚C – 24˚C. Didataran tinggi di Jawa, busuk daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan Desember dan Februari.
Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung daun, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Perkembangan bercak penyakit pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18˚C – 20˚C. Pada suhu udara 30˚C perkembangan bercak terhambat. Oleh karena itu di dataran rendah ( kurang dari 500 dpl ) penyakit busuk daun tidak merupakan masalah. Epidemi penyakit busuk daun biasanya terjadi pada suhu 16˚C – 24˚C. Didataran tinggi di Jawa, busuk daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan Desember dan Februari.
Daun-daun yang sakit
mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu tidak
terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tadi akan meluas
dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca sedemikian
berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atasakan mati. Dalam cuaca yang
kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya
gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan, meskipun
kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu.
Pembentukan penyakit busuk
daun ini bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Kelembaban relative, suhu,
intensitas cahaya, dan pemeliharaan kentang itu sendiri akan mempengaruhi
gejala yang timbul. Daun yang sakit terlihat berbecak – bercak pada ujung dan
tepi daunnya dan dapat meluas ke bawah serta mematikan seluruh daun dalam waktu
1 sampai 4 hari; hal ini terjadi jika udara lembab. Bila udara kering jumlah
daun yang terserang terbatas, bercak – bercak tetap kecil dan jadi kering dan
tidak menular ke daun lainnya.
Di lingkungan tropis,
tanaman kentang akan terus berkembang, sehingga udara umumnya inokulum memulai
awal terjadinya penyakit pada lahan baru. Di daerah dataran rendah, tanah atau
sisa – sisa tanaman diperkirakan menjadi tempat yang sesuai bagi pathogen
antara musim. Jamur juga akan bertahan hidup dalam umbi yang terinfeksi tetap
di tanah dari musim sebelumnya. Benih juga bisa terinfeksi dan menjadi tempat
hidup pathogen. Ketika tunas baru dihasilkan dari benih atau umbi tua yang
terinfeksi, jamur tersebut akan menginfeksi tunas baru tersebut, kemudian
sporulates dari pertumbuhan baru ini serta sporangia akan tersebar di udara
atau di air.
Serangan berat terjadi
pada bulan Oktober-Februari. Jika suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban
cukup tinggi, bercak-bercak tersebut akan meluas dengan cepat dan
menyebabkan kematian seluruh daun.Bahkan jika cuaca demikian berlangsung lama,
seluruh bagian tanaman di atasakan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak
terbatas, segera mengeringdan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila
tanaman berumur lebih darisatu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat
pada tanaman yang berumur 3 minggu
Phytophthora infestans dapat juga menyerang
umbi, jika keadaan baik bagi pertumbuhannya pada umbi terjadi bercak yang
agak mengendap, berwarnacoklat atau hitam ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke
dalam umbi. Bagian yangterserang ini tidak menjadi lunak. Bagian yang busuk
kering tadi dapat terbatassebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga
meliputi suatu bagian yang luaspada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada
waktu umbi digali, tetapi seringtampak jelas setelah umbi disimpan
D. Morfologi dan Daur
Penyakit Hawar Daun
1. Morfologi
Phytophthora
infestans memiliki bentuk miselium interseluler
tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut
kulit,berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan
yangkhas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium
berkecambah secara tidak langsung denganmembentuk hifa (benang) baru, atau
secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga
disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat
membentuk oospora meskipun agak jarang.
2. Siklus
hidup Phytophthora infestans
Patogen dapat tersebar
sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan
kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang,
tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang
sampai ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian
tanaman miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan
menetap serta menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan
menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi
busuk, miselium menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari
setelah infeksi baru, sporangiospor timbul dari stomata dan memproduksi banyak
sporangia yang dapat menginfeksi tanaman baru. Selama musin hujan, sporangia
terbawa sampai ke tanah. Umbi dekat permukaan tanah dapat terserang zoospore
yang bertunas dan berpenetrasi pada umbi menembus lenti sel atau melalui luka
alami atau luka akibat serangga dan alat pertanian.
Cendawan Phytophthora infestans dapat
mempertahankan diri dari musim kemusim dalam umbi-umbi yang sakit, jika umbi
yang sakit ditanam, cendawan ini dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh
dan membentuk banyak konidium atau sporangium. Demikian pula umbi-umbi sakit
yang dibuang, dalam keadaan yang cocok dapat bertunas dan menyebarkan konidium.
Karena cendawan ini dapat membentuk oospora, maka cendawan dapat mempertahankan
diri dalam bentuk ini juga, dan konidium dapat dipencarkan oleh angin dari
sumber infeksi ke tanaman lain.
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa
oleh angin. Jika jatuh pada setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium
akan mengeluarkan spora kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh
kecambah yang mengadakan infeksi. Ini terjadi ketika berada dalam kondisi basah
dan dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini akan
berenang sampai menemukan tempat inangnya. Ketika keadaan lebih panas, Phytophthora infestans akan menginfeksi
tanaman dengan perkecambahan langsung, yaitu germ tube yang terbentuk dari
sporangium akan menembus jaringan inang yang akan membiarkan parasit tersebut
untuk memperoleh nutrient dari tubuh inangnya.
E. Daerah Sebaran Penyakit
Hawar Daun
Hawar daun atau busuk daun (Phytophthora infestans) merupakan
penyakit utama pada tanaman kentang dan beberapa spesies dan famili Solanaceae
dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di setiap pertanaman kentang dengan
menunjukkan efek pada produksi umbi. Penyakit ini telah dijumpai sejak awal
kedua tanaman tersebut dibudidayakan oleh petani, yaitu pada tahun 1794.
Penyakit hawar daun ini menyebar luas disemua tempat pertanaman kentang di
dunia. Di Indonesia diketahui bahwa penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa,
Bali, Lombok, Sulawesi Selatan dan dijumpai di Amerika Serikat, Irlandia,
Jerman, Thailand, Malaysia, Belanda, dan Kepulauan Pasifik Selatan. Diduga
penyakit ini semula berasal dari bibit kentang yang diimpor dari Eropa.
Di lapang, penyakit ini
mula-mula menyerang daun kentang atau tomat. Pada infeksi yang berat seluruh
daun yang terinfeksi mem-busuk, sehingga akhirnya tanaman mati. Penyakit ini
juga dapat menyerang umbi kentang, meskipun di Indonesia jarang ditemukan
gejala infeksi pada umbi. Infestasi penyakit hawar daun kentang tertinggi di Indonesia
adalah Provinsi Jawa Tengah, karena Provinsi ini memiliki area perta-naman
kentang yang paling luas, yaitu di Kabupaten Wonosobo.
Kerusakan oleh penyakit hawar daun dapat
mengakibatkan penurunan hasil antara 10-100%. Di Belarusia tahun 1999 Phytophthora infestans dapat menyerang
daun-daun tanaman bagian atas (daun muda) pada awal periode pertumbuhan
vegetatif tanaman dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas
yang berumur genjah, dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang dan dalam.
F. Pengendalian Penyakit Hawar Daun
1. Kultur Teknis
Berupa upaya sanitasi(Menjaga
kebersihan lahan) lahan dari sejak awal kegiatan budidaya,sehingga lahan
mencegah terjadinya kondisi yang sesuai bagi vector pembawa penyakit,
Menanam jenis – jenis tanaman yang tahan. Penggunaan varietas tahan merupakan
salah satu cara pengendalian hawar daun ini.
2.Mekanis
Yaitu berupa membuang
tanaman yang terkena penyakit sehingga tidak menyebar ke tumbuhan lain,
sisa-sisa tanaman yang sakit harus segera dimusnahkan ( dibakar ) agar daur
hidup jamur dapat diputuskan.
3.Kimiawi
Menggunakan Antracol 70 WP,
Dithane M-45, Brestan 60, Polyram 80 WP, Velimek 80 WP dan lain-lain.
4.Pengendalian Hama Terpadu
Pada prinsipnya, konsep
pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan
mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar
tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. Pengendalian
hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut :
a. Pemanfaatan pengandalian
alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan mengurangi
tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan
sasaran.
b. Pengolahan ekosistem
dengan mengubah mikrohabitat sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan
organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif
c. Penggunaan pestisida
secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut dapat ditarik beberapa
kesimpulan antaralainn :
1.
Penyakit
hawar daun kentang disebabkan oleh cendawan Phytophthora
infestans , yang semula disebut Botrytis
infestans Mont.
2.
Gejala
serangan (cirri-ciri penyakit): gejalanya pada tepi-tepi daun ditemukan
bercak-bercak terutama pada suhu rendah, kelembapan tinggi, dan curah hujan
tinggi. Phytophthora infestans
memiliki bentuk miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak
houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit,berkumpul 1-5, dengan
percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yangkhas. Konidium berbentuk buah
peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32
3.
Siklus
Hidup Phitophtora infestans;Patogen dapat tersebar sampai ke
batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan
sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi
jarang terdapat dalam jaringan vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai
ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman
miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta
menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi
baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium
menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru,
sporangiospor timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat
menginfeksi tanaman baru.
4.
Penyakit
hawar daun ini menyebar luas disemua tempat pertanaman kentang di dunia. Di
Indonesia diketahui bahwa penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali,
Lombok, Sulawesi Selatan dan dijumpai di Amerika Serikat, Irlandia, Jerman,
Thailand, Malaysia, Belanda, dan Kepulauan Pasifik Selatan. Diduga penyakit ini
semula berasal dari bibit kentang yang diimpor dari Eropa.
5. Pengendalian
penyakit ini diantaranya melalui beberapa metode ;1.Kultur
Teknis,2.Mekanis,3.Kimiawi,4.Pengendalian Hama Terpadu
DAFTAR PUSTAKA
Andrian 2010. Budidaya
Kentang. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Cahyadi A 2009. Simulasi Model Pertumbuhan Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum) dan Prediksi Kejadian Penyakit Hawar Daun
Kentang (Phytophthora infestans). J. Agrosains 3(2): 14-26.
Lengkong F 2008. Penyakit
Hawar Daun (Late Blight) : Permasalahan, Identifikasi dan Seleksi Tanaman Tahan
Penyakit. J. Agronomika 1(3): 126-135.
Ambarwati D A 2012. Pemanfaatan Tanaman
Kentang Transgenik RB untuk Perakitan Kentang Tahan Penyakit Hawar Daun
(Phytophthora infestans) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 31(3) :
94-102
Listanto E 2010. Ekspresi Gen RB pada Tanaman Kentang
Kultivar Granola untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora
infestans ). Jurnal Budidaya
Pertanian Stiper Sriwigama 2(1): 156-176.
Suryana D 2001. Cara
Menanam Kentang. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Vina F 2008. Perampok
di Ladang Kentang. Jakarta: PT Trubus Media Swadaya
No comments:
Post a Comment