Thursday, December 19, 2013

MAKALAH PERLINDUNGAN TANAMAN Penyakit Hawar Daun Kentang Phytophthora infestans

BAB I
PENDAHULUAN

Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting di Indonesia. Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans adalah penyakit yang sangat penting pada tanaman kentang di Indonesia. Penyakit ini mempunyai makna sejarah yang penting di Eropa, karena pada periode 1830-1845 telah menimbulkan kerusakan pada pertanaman kentang di Eropa dan Amerika. Kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut telah menimbulkan kelaparan besar di Irlandia yang mengakibatkan ratusan ribu penduduk meninggal. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah sebagai The Great Famine. Sejak saat itu, penyakit ini telah menjadi kendala utama produksi kedua komoditas pertanian tersebut di dunia, terutama di daerah yang beriklim sejuk dan lembab.
Pada kentang, patogen hawar daun mula-mula dideskripsi di Perancis pada tahun 1845 oleh Montagne. Pada tahun 1876, setelah melakukan penelitian selama bertahun-tahun, Anton de Bary mengukuhkan nama patogen Phytophthora infestans sebagai penyebab penyakit hawar daun pada kentang. Listanto (2010) menyatakan bahwa Phytophthora infestans merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman

BAB II
PERUMUSAN MASALAH

1.      Apa penyebab.timbulnya Penyakit Hawar Daun pada Tanaman Kentang ?
2.      Apa saja gejala Serangan Penyakit Hawar Daun ?
3.      Bagaimana Morfologi dan Daur Penyakit  Hawar Daun ?
4.      Dimana sajakah Daerah Sebaran Penyakit Hawar Daun ?
5.      Bagaimanakah Pengendalian Penyakit Hawar Daun ?

BAB III
PEMBAHASAN

A. Profil Tanaman Kentang(Solanum tuberosum L)
Tanaman ini berasal dari daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18. Sentra tanaman yang utama adalah Lembang dan Pangalengan (Jawa Barat), Magelang (Jawa Timur), Bali. Produksi kentang pada tahun 1998 mencapai 1.011.316 ton. Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari. Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanun tuberosum L.
Dari tanaman ini dikenal pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar, di antaranya Solanum andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan lain-lain. Varitas kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning varitas Granola, Atlantis, Cipanas dan Segunung
Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara barat. Zat-zat gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan vitamin B 0,04 mg.

B. Penyakit Hawar Daun pada Tanaman Kentang
Hawar daun kentang (Phytoptora infestans)
Nama latin                         : Phytophthora infestans
Nama umum                      : busuk daun kentang

Kingdom                        : Chromalveolata
Filum                              : Herokontophyta
Kelas                              : Oomycetes 
Ordo                               : Peronosporales
Family                            : Phythiaceae
Genus                             : Phytophthora
Spesies                           : Phytophthora infestans

Tipe gejala penyakit: Gejala nekrotik
Patogen penyebab penyakit: jamur
Inang utama                      : Kentang
Inang alternatif                 : melon, tomat
C. Gejala Serangan Penyakit Hawar Daun
Penyakit hawar daun kentang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans , yang semula disebut Botrytis infestans Mont. Miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang.
Jamur Phytophthora infestans diketahui mempunyai banyak ras fisiologi.
Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung daun, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Perkembangan bercak penyakit pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18˚C – 20˚C. Pada suhu udara 30˚C perkembangan bercak terhambat. Oleh karena itu di dataran rendah ( kurang dari 500 dpl ) penyakit busuk daun tidak merupakan masalah. Epidemi penyakit busuk daun biasanya terjadi pada suhu 16˚C – 24˚C. Didataran tinggi di Jawa, busuk daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan Desember dan Februari.
Daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca sedemikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atasakan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu.
Pembentukan penyakit busuk daun ini bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Kelembaban relative, suhu, intensitas cahaya, dan pemeliharaan kentang itu sendiri akan mempengaruhi gejala yang timbul. Daun yang sakit terlihat berbecak – bercak pada ujung dan tepi daunnya dan dapat meluas ke bawah serta mematikan seluruh daun dalam waktu 1 sampai 4 hari; hal ini terjadi jika udara lembab. Bila udara kering jumlah daun yang terserang terbatas, bercak – bercak tetap kecil dan jadi kering dan tidak menular ke daun lainnya.
Di lingkungan tropis, tanaman kentang akan terus berkembang, sehingga udara umumnya inokulum memulai awal terjadinya penyakit pada lahan baru. Di daerah dataran rendah, tanah atau sisa – sisa tanaman diperkirakan menjadi tempat yang sesuai bagi pathogen antara musim. Jamur juga akan bertahan hidup dalam umbi yang terinfeksi tetap di tanah dari musim sebelumnya. Benih juga bisa terinfeksi dan menjadi tempat hidup pathogen. Ketika tunas baru dihasilkan dari benih atau umbi tua yang terinfeksi, jamur tersebut akan menginfeksi tunas baru tersebut, kemudian sporulates dari pertumbuhan baru ini serta sporangia akan tersebar di udara atau di air.
 Serangan berat terjadi pada bulan Oktober-Februari. Jika suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tersebut akan meluas dengan cepat dan menyebabkan kematian seluruh daun.Bahkan jika cuaca demikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atasakan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengeringdan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih darisatu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu
Phytophthora infestans dapat juga menyerang umbi, jika keadaan baik bagi pertumbuhannya pada umbi terjadi bercak yang agak mengendap, berwarnacoklat atau hitam ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke dalam umbi. Bagian yangterserang ini tidak menjadi lunak. Bagian yang busuk kering tadi dapat terbatassebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga meliputi suatu bagian yang luaspada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada waktu umbi digali, tetapi seringtampak jelas setelah umbi disimpan
D. Morfologi dan Daur Penyakit  Hawar Daun 
1. Morfologi
Phytophthora infestans memiliki bentuk miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit,berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yangkhas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak langsung denganmembentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang. 
2. Siklus hidup Phytophthora infestans
Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi tanaman baru. Selama musin hujan, sporangia terbawa sampai ke tanah. Umbi dekat permukaan tanah dapat terserang zoospore yang bertunas dan berpenetrasi pada umbi menembus lenti sel atau melalui luka alami atau luka akibat serangga dan alat pertanian.
Cendawan Phytophthora infestans dapat mempertahankan diri dari musim kemusim dalam umbi-umbi yang sakit, jika umbi yang sakit ditanam, cendawan ini dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium. Demikian pula umbi-umbi sakit yang dibuang, dalam keadaan yang cocok dapat bertunas dan menyebarkan konidium. Karena cendawan ini dapat membentuk oospora, maka cendawan dapat mempertahankan diri dalam bentuk ini juga, dan konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman lain.
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa oleh angin. Jika jatuh pada setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan spora kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi. Ini terjadi ketika berada dalam kondisi basah dan dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini akan berenang sampai menemukan tempat inangnya. Ketika keadaan lebih panas, Phytophthora infestans akan menginfeksi tanaman dengan perkecambahan langsung, yaitu germ tube yang terbentuk dari sporangium akan menembus jaringan inang yang akan membiarkan parasit tersebut untuk memperoleh nutrient dari tubuh inangnya.
E. Daerah Sebaran Penyakit Hawar Daun
Hawar daun atau busuk daun (Phytophthora infestans) merupakan penyakit utama pada tanaman kentang dan beberapa spesies dan famili Solanaceae dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di setiap pertanaman kentang dengan menunjukkan efek pada produksi umbi. Penyakit ini telah dijumpai sejak awal kedua tanaman tersebut dibudidayakan oleh petani, yaitu pada tahun 1794. Penyakit hawar daun ini menyebar luas disemua tempat pertanaman kentang di dunia. Di Indonesia diketahui bahwa penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi Selatan dan dijumpai di Amerika Serikat, Irlandia, Jerman, Thailand, Malaysia, Belanda, dan Kepulauan Pasifik Selatan. Diduga penyakit ini semula berasal dari bibit kentang yang diimpor dari Eropa.
Di lapang, penyakit ini mula-mula menyerang daun kentang atau tomat. Pada infeksi yang berat seluruh daun yang terinfeksi mem-busuk, sehingga akhirnya tanaman mati. Penyakit ini juga dapat menyerang umbi kentang, meskipun di Indonesia jarang ditemukan gejala infeksi pada umbi. Infestasi penyakit hawar daun kentang tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Jawa Tengah, karena Provinsi ini memiliki area perta-naman kentang yang paling luas, yaitu di Kabupaten Wonosobo. 
Kerusakan oleh penyakit hawar daun dapat mengakibatkan penurunan hasil antara 10-100%. Di Belarusia tahun 1999 Phytophthora infestans dapat menyerang daun-daun tanaman bagian atas (daun muda) pada awal periode pertumbuhan vegetatif tanaman dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas yang berumur genjah, dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang dan dalam.
F. Pengendalian Penyakit Hawar Daun
1. Kultur Teknis
Berupa upaya sanitasi(Menjaga kebersihan lahan) lahan dari sejak awal kegiatan budidaya,sehingga lahan mencegah terjadinya kondisi yang  sesuai bagi vector pembawa penyakit, Menanam jenis – jenis tanaman yang tahan. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian hawar daun ini.
2.Mekanis
Yaitu berupa membuang tanaman yang terkena penyakit sehingga tidak menyebar ke tumbuhan lain, sisa-sisa tanaman yang sakit harus segera dimusnahkan ( dibakar ) agar daur hidup jamur dapat diputuskan.
3.Kimiawi
Menggunakan Antracol 70 WP, Dithane M-45, Brestan 60, Polyram 80 WP, Velimek 80 WP dan lain-lain.
4.Pengendalian Hama Terpadu
Pada prinsipnya, konsep pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut :
a. Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan sasaran.
b. Pengolahan ekosistem dengan mengubah mikrohabitat sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif
c. Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas.


BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan antaralainn :
1.      Penyakit hawar daun kentang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans , yang semula disebut Botrytis infestans Mont.
2.      Gejala serangan (cirri-ciri penyakit): gejalanya pada tepi-tepi daun ditemukan bercak-bercak terutama pada suhu rendah, kelembapan tinggi, dan curah hujan tinggi. Phytophthora infestans memiliki bentuk miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit,berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yangkhas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32
3.      Siklus Hidup Phitophtora infestans;Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi tanaman baru.
4.      Penyakit hawar daun ini menyebar luas disemua tempat pertanaman kentang di dunia. Di Indonesia diketahui bahwa penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi Selatan dan dijumpai di Amerika Serikat, Irlandia, Jerman, Thailand, Malaysia, Belanda, dan Kepulauan Pasifik Selatan. Diduga penyakit ini semula berasal dari bibit kentang yang diimpor dari Eropa.
5. Pengendalian penyakit ini diantaranya melalui beberapa metode ;1.Kultur Teknis,2.Mekanis,3.Kimiawi,4.Pengendalian Hama Terpadu

DAFTAR PUSTAKA
Andrian 2010. Budidaya Kentang. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Cahyadi A 2009. Simulasi Model Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dan Prediksi Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora infestans). J. Agrosains 3(2): 14-26.
Lengkong F 2008. Penyakit Hawar Daun (Late Blight) : Permasalahan, Identifikasi dan Seleksi Tanaman Tahan Penyakit. J. Agronomika 1(3): 126-135.
Ambarwati D A 2012. Pemanfaatan Tanaman Kentang Transgenik RB untuk Perakitan Kentang Tahan Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 31(3) : 94-102
Listanto E 2010. Ekspresi Gen RB pada Tanaman Kentang Kultivar Granola untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans ). Jurnal  Budidaya Pertanian Stiper Sriwigama 2(1): 156-176.
Suryana D 2001. Cara Menanam Kentang. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Vina F 2008. Perampok di Ladang Kentang. Jakarta: PT Trubus Media Swadaya


No comments:

Post a Comment