Oleh : Adib Fauzan H0712004 Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS
A. Pendahuluan
A. Pendahuluan
Biodiesel
telah menarik perhatian sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui dan ramah
lingkungan karena cadangan minyak dari bahan baku fosil berkurang serta
konsekuensi lingkungan yang rusak akibat gas buang dari bahan bakar solar.
Janaun (2010) menyatakan biodiesel (lemak ester alkil asam) adalah diesel alternatif
yang berasal dari reaksi minyak nabati atau lipid dan alkohol dengan atau tanpa
kehadiran katalis. Konversi kimia dari minyak ester lemak menjadi biodisel
disebut transesterifikasi.
Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif yang tidak beracun dan biodegradable yang
diperoleh dari sumber terbarukan (Hossain 2008). Penelitian terbaru telah terbukti
bahwa produksi minyak dari ganggang menunjukan keunggulan dibanding dengan
tanaman terestrial seperti kelapa sawit, kedelai atau jatropha serta memiliki
potensi besar untuk menggantikan bahan bakar fosil. Kecepatan pertumbuhan ganggang
jauh lebih cepat daripada pertumbuhan tanaman terrestrial. Produksi per unit
minyak dari ganggang setahun diperkirakan
20.000 sampai 80.000 L per hektar. Angka ini 7-31 kali lebih besar
dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit (Demirbas 2011).
Dalam
dunia tumbuhan ganggang termasuk kedalam dunia tallopyta (tumbuhan talus),
karena belum mempunyai akar, batang dan daun secara jelas. Ganggang merupakan organisme autotrof yang
tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Ganggang bahkan dapat
dianggap tidak memiliki “organ” seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang,
daun, dan sebagainya). serupa benang atau lembaran. Tumbuhan
ganggang merupakan tumbuhan tahun yang hidup di air, baik air tawar maupun air
laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah.
Tubuh
ganggang menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar, tetapi sernua selnya
selalau jelas mempunyal inti dan plastida dan dalam plastidnya terdapat zat-zat
warna derivat kiorofil yaltu kiorofil a, b atau kedua-duanya. Selain
derivat-derivat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain yang justru
kadang-kadang lebih inenonjol dan menyebabkan ketompok-kelompok ganggang
tertentu diberi nama menurut warna tadi. Zat-zat warna tersebut berupa
fikosianin (berwama biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin (berwarna
merah merah). Disamping itu juga diternukan zat-zat warna santofli dan karoten.
Penggunaan ganggang sebagai tanaman bahan
bakar alternatif memiliki potensi lebih besar karena mudah beradaptasi dengan
baik serta kemungkinan tumbuh baik di perairan tawar maupun laut. Kondisi
tersebut memungkinkan produksi minyak dari bahan baku ganggang dapat menghindari
penggunaan lahan. Selain itu, dua pertiga dari permukaan bumi ditutupi dengan
air, sehingga ganggang akan benar-benar menjadi pilihan terbarukan yang memiliki
potensi besar untuk dunia dalam mencukupi kebutuhan energy. Schenk et al (2008)
menyatakan bahwa biofuel dari bahan baku ganggang tampaknya menjadi
satu-satunya sumber terbarukan saat ini yang dapat memenuhi global permintaan
untuk bahan bakar transportasi. Hossain et al (2008) juga memperkuat pendapat
bahwa ganggang telah muncul sebagai salah satu sumber yang paling menjanjikan
untuk produksi biodiesel.
B. Potensi Ganggang
Kebutuhan
biodiesel yang besar otomatis akan membutuhkan bahan baku yang besar pula.
Kriteria bahan baku yang dibutuhkan adalah mudah tumbuh, mudah dikembangkan
secara luas, dan mengandung minyak nabati yang cukup besar. Berikut adalah
pemaparan kelebihan ganggang sebagai bahan baku biodiesel.
1. Ganggang mengandung minyak nabati
hingga 75%
Salah
satu alasan utama mengapa ganggang digunakan menjadi biodiesel adalah kandungan
minyak nabati pada ganggang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan bahan
baku biodiesel lain seperti kacang kedelai, kapas, jatropha dan lain-lain.
Dengan lebih tingginya kandungan minyak nabati pada ganggang dibanding dengan
tumbuhan lain maka kebutuhan lahan untuk produksi biodiesel dari ganggang juga
lebih sedikit. Berikut adalah gambaran kebutuhan lahan untuk produksi
biodiesel.
2. Ganggang merupakan
jenis tumbuhan yang paling cepat tumbuh di alam
Jagung
atau tanaman pertanian lain membutuhkan waktu hingga setahun untuk tumbuh,
sementara ganggang dapat tumbuh dalam beberapa hari. Waktu panen ganggang yang
cepat dapat menghasilkan yang lebih efisien dengan jangka waktu yang lebih
singkat dalam area yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tumbuhan lain.
3.
Ganggang mengkonsumsi karbon dioksida ketika tumbuh, sehingga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan
Ketergantungan
akan BBM mengakibatkan peningkatan kandungan CO2 di atmosfer. Dengan
memanfaatkan ganggang yang mengkonsumsi CO2 untuk menghasilkan minyak,
biodiesel dapat diproduksi secara efisien sementara mengurangi penambahan CO2
ke atmosfer.
4.
Sumber pertumbuhan ganggang mudah
diperoleh
Agar
dapat tumbuh dengan baik ganggang hanya membutuhkan beberapa sumber dasar
yaitu: CO2, air, cahaya matahari dan nutrien. Cahaya matahari dapat diperoleh
hampir sepanjang tahun, ketika malam maka dapat digunakan lampu untuk
menggantikan cahaya matahari. Karbon dioksida dapat diperoleh dalam konsentrasi
tinggi dari power plant dan proses industri sebagai gas buangan. Ganggang dapat
tumbuh di kebanyakan sumber air dengan variasi tingkat pH. Alasan ini menjadi
salah satu kelebihan ganggang karena ganggang tidak perlu bersaing dengan
manusia atau tumbuhan pertanian lain dalam mengkonsumsi air bersih.
C. Pengolahan Ganggang
Pengolahan
ganggang untuk biodiesel dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu penumbuhan, pemanenan
dan pengambilan minyak.
1. Penanaman (Algae Cultivation)
a. Pembukaan Lahan Budidaya Terbuka(Open Raceways)
Banyak pilihan untuk pertanian ganggang skala besar.
Kebutuhan ganggang akan sinar matahari, nutrisi, dan karbon dioksida untuk
berkembang serta bereproduksi para petani ganggang subsisten menggunakan lahan
terbuka besar dengan medium cair untuk tumbuh ganggang mereka. Kebanyakan lahan
terbuka dirancang dengan arus yang terus-menerus sehingga semua organisme
menerima sinar matahari yang cukup. Karbon dioksida juga dipompa ke dalam air
untuk menjaga ganggang hidup, dan nutrisi sering diisi ulang untuk mendukung
pertumbuhan maksimum. Keuntungan untuk lahan terbuka ini murah, dapat mendukung
populasi besar ganggang, dan bisa menggunakan air limbah dan emisi CO2 dari
pabrik-pabrik industri lokal. Namun, lahan terbuka rentan terhadap kontaminasi
dan sulit untuk menemukan cara yang efisien untuk memanen ganggang dari lahan
terbuka besar ini karena luasnya area dan aliran air konstan.
b.
Bioreaktor
Metode lain untuk budidaya ganggang
adalah foto – bioreaktor. Foto–bioreaktor Ini dirancang dengan tinggi,
transparan , wadah tertutup yang memungkinkan petani ganggang untuk mengontrol
semua aspek lingkungan seperti tingkat suhu , cahaya, karbon dioksida dan
nutrisi , serta menghindari kontaminasi . Bioreaktor dapat dibangun dalam
menggunakan cahaya buatan atau menggunakan
sinar matahari. Bioreaktor ini juga dapat dipasangkan dengan tanaman industri
lokal untuk menggunakan sumber-sumber limbah. Metode budidaya memungkinkan
untuk menghasilkan ganggang dalam jumlah yang tinggi dan dapat dipanen setiap
hari , tetapi pembuatan bioreactor ini sangat mahal, dan memerlukan desain yang
kompleks untuk mempertahankan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan ganggang.
Kadar oksigen, karbon dioksida yang
berlebih serta berlimpahnya ganggang dapat terjadi dalam sistem ini jika tidak
disaring secara efisien yang berakibat
membunuh populasi ganggang. Perubahan pH dan kurangnya nutrisi juga dapat
merusak siklus pertumbuhan ganggang sehingga bioreaktor memiliki sistem
pemantauan khusus untuk semua faktor-faktor lingkungan
c.
Fermentasi(Fermentation)
Fermentasi tumbuh ganggang menggunakan tong
sinar matahari independen dengan memberi mereka makan gula. Metode ini menawarkan
kontrol yang paling maksimal dalam mengatur pertumbuhan populasi ganggang, danmemungkinkan
budidaya ganggang dibelahan bumi manapun. Lingkungan yang sesuai seperti suhu
dan tekanan dapat dipelihara dengan mudah. Dalam metode ini, biomassa ganggang
menghasilkan etanol. Namun metode fermentasi lebih mahal daripada metode budidaya
lainnya. Terlebih lagi metode ini bukan efisiensi penggunaan ganggang karena
etanol secara komersial digunakan sebagai aditif bensin untuk transportasi umum
meskipun beberapa mobil balap dapat berjalan pada etanol murni. Oleh karena
itu, untuk sebagian besar perusahaan telah dihapus gagasan fermentasi, tetapi
beberapa perusahaan seperti Solazyme, masih menginvestasikan energi dan sumber
daya ke dalam metode ini. Spesies ganggang lain juga telah menunjukkan tingkat
pertumbuhan meningkat bila ditanam dalam medium yang mengandung sumber karbon
eksogen. Spesies seperti Botryococcus
brauni, Chlorella sp telah terbukti peningkatan produksi hidrokarbon di
media yang kaya karbon
2.
Pemanenan (Algae Biomass Harvest)
a.
Penyaringan (Filtration)
Ganggang
harus ditumbuhkan dalam air, untuk itu ada beberapa metode pemisahan yang
efisien dalam menghilangkan sel-sel ganggang dari media cair. Setiap metode
memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu teknik adalah filtrasi dimana
media cair disaring dengan kekuatan vakum melalui membran berpori sambil
mengumpulkan biomassa ganggang. Filtrasi sangat efisien dalam berkonsentrasi
mikroganggang kepadatan rendah, tetapi mahal dan memakan waktu (Jacquot 2009).
Seluruh volume medium cair harus melewati filter. Proses ini juga sangat
membosankan karena penyaringan harus dimonitor dan biomassa ganggang harus
dikerok pada interval untuk menghindari penyumbatan filter .
b.
Sentrifugasi (Centrifugation)
Sentrifugasi adalah pemisahan ganggang dari medium
cair menggunakan mesin sentrifugasi. Bagi pengusaha ganggang skala kecil
penggunaan alat ini lebih mahal dibandingkan dengan yang lain. Namun, untuk
produksi komersial, penggunaan mesin ini
layak karena proses ini dapat memisahkan biomassa ganggang dari volume
penuh medium cair dalam satu langkah, sehingga meningkatkan efisiensi panen.
Namun demikian, jumlah energi yang dibutuhkan untuk daya seperti sentrifugasi
kolosal sangat besar, selain itu sel-sel ganggang sangat rapuh, gaya yang
diterapkan untuk ganggang selama sentrifugasi harus tepat.
c.
Flokulasi (Flocculation)
Metode flokulasi merupakan kemajuan teknologi
yang dapat digunakan dalam kombinasi dengan filtrasi untuk meningkatkan
efisiensi. Flokulasi adalah sarana sel-sel ganggang berkumpul dan membentuk
massa dengan penambahan bahan kimia atau zat organik. Pertimbangan hati-hati
harus dilakukan ketika memilih substansi untuk menginduksi flokulasi karena
beberapa zat dapat mencemari produk akhir. Studi yang dilakukan oleh Lee et al
(2010) menunjukkan bahwa penambahan zat karbon organik, seperti asetat,
glukosa, atau gliserin, menginduksi flokulasi signifikan dan meningkatkan
efisiensi pemulihan biomassa ganggang.
3.
Pengambilan Minyak (Oil Extraction)
a. Transesterifikasi (Transesterification)
Meskipun
teknik transesterifikasi telah digunakan selama lebih dari satu abad, namun baru-baru
ini digunakan sebagai metode ekstraksi untuk memperoleh bahan bakar dari minyak
ganggang. Transersterifikasi merupakan reaksi umum untuk produksi biodiesel.
Transesterifikasi adalah reaksi antara ester (TAG) dan alkohol (metanol) untuk
membentuk ester yang berbeda (metil ester) dan alkohol (gliserol) dengan adanya
katalis (Dewitt 2010). Di hadapan katalis, alkohol terdeprotonasi yang
membentuk nukleofil kuat, yang memungkinkan untuk bereaksi dengan trigliserida
untuk membentuk tiga metil ester baru (BBM) dan gliserol (sampingan). Gliserol
akan berada di bawah dengan biodiesel atau bahan bakar di atas. Glcyerol dapat
dilepas dan digunakan untuk berbagai produk yang tersisa dengan biodiesel untuk
bahan bakar (Willey et al 2009)
b.
Pirolisis (Pyrolisis)
Meskipun
belum ditentukan apakah proses pirolisis dapat digunakan untuk produksi minyak
ganggang menguntungkan secara ekonomi, namun proses ini telah diteliti selama
beberapa tahun dan sedang dalam tahap pengembangan skala besar komersial dengan
beberapa fasilitas percontohan. Pirolisis adalah alat teknologi yang
menjanjikan karena berhubungan dengan memecah ikatan kimia dalam bahan organik
untuk membuat bahan bakar cair. Sebagian besar bahan organik memiliki ikatan
kimia yang dapat dipecah dan memproduksi produk-produk energi tinggi serta
memiliki potensi besar untuk jumlah massa bahan bakar yang akan dibuat. Proses
pirolisis diawali dengan biomassa, yang pada umumnya bahan baku, ditempatkan
dalam ruang dan dipanaskan tanpa oksigen. Dengan tidak adanya oksigen, panas
digunakan untuk memecah ikatan kimia dengan menguap banyak konstituen.
c.
Long-chain Hydrocarbons
Beberapa spesies ganggang
menghasilkan hidrokarbon daripada lipid dan TAG. Perbedaan dalam bahan baku
dapat mengakibatkan perbedaan dalam konversi produk, dan karakteristik produk.
Hidrokarbon rantai panjang yang ditemukan di ruang intrasel dari ganggang
Botryococcus braunii (juga dikenal sebagai botyrocennes) sangat mirip dengan
komposisi minyak mentah. Hidrokarbon diekstrak sehingga dapat dikonversi ke
bahan bakar dengan hydrocracking, telah dilakukan di kilang minyak. Hal ini
menguntungkan karena, pertama, teknologi dan infrastruktur sudah tersedia di
banyak bagian dunia. Ganggang dapat tumbuh dan hidrokarbon diekstrak, kemudian
dijual ke kilang sebagai produk dasar yang sama seperti minyak mentah. Hal ini
dapat berkontribusi lebih dari sekedar bahan bakar, tetapi juga produk
sampingan yang berguna lainnya penyulingan. Minyak mentah disuling untuk banyak
produk konsumen sehari-hari. Telah terbukti bahwa hidrokarbon di Botryococcus braunii dapat dikonversi
oleh hidrocracking katalitik untuk 67% bensin minyak bumi, 15% bahan bakar jet,
dan 15% solar (Tran et al 2010)
D. Kesimpulan
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang sebagian besar terdiri dari wilayah perairan.
Krisis sumber energi seharusnya dapat diatasi oleh negara ini dengan
mengembangkan biodiesel dari ganggang. Pembangunan perusahaan yang bergerak
dibidang biodiesel dari ganggang harus dikembangkan di negara ini untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan sumber energi.
Sinergi antara pemerintah, pengusaha dan peneliti harus dibangun untuk
mengembangkan biodiesel dari ganggang.
DAFTAR PUSTAKA
Demirbas, A dan M.F. Demirbas. 2011. Importance of algae oil
as a source of biodiesel. Energy Convert and Manage 52: 163-170.
Dewitt.
2010. Dewitt and Company Inc. http://www.methanol.org Diakses 7 september 2013
Hossain, A. Salleh,
Boyce, P. Chowdhury dan M. Naqiuddin. 2008. Biodiesel fuel production from
algae as renewable energy. Journal of Biochem. Biotech., 4 (3): 250-254.
Jacquot,
Jeremy.2010. 5 Companies Making Fuel
from Algae Now. Popular Mechanics. http://www.popularmechanics.com
Diakses 7 September 2013
Janaun,
J. and E. Naoko. 2010. Perspectives on biodiesel as a sustainable fuel. Renew
Sustain Energy (14) 1 : 1312-1320.
Lee, Andrew K. Lewis,
David M. Ashman, Peter J. 2009. Microbial flocculation: a potentially low-cost harvesting
technique for marine microalgae for the production of biodiesel. J Appl Phycol. 21: 559-567.
Schenk, P.M., S.R.
Thomas-Hall, E. Stephens, U.C. Marx, J.H. Mussgnug, C. Posten. O. Kruse dan B.
Hankamer. 2008. Second generation biofuels: High-Efficiency microalgae for
biodiesel production. Bioenergy Res (1): 20-43
Tickell,
J. 2000. From the Fryer to the Fuel Tank third ed. LA: Tickell Energy
Consultants Covington
Tran,
N.H., Bartlett, J.R., Kannangara, Milev, A.S., Volk, H., Wilson, M.A. 2010.
Catalytic upgrading of biorefinery oil from micro-algae.J Fuel tech 89 : 265–274
No comments:
Post a Comment