METODE ILMIAH
Pendahuluan
Research atau
Riset adalah pemeriksaan atau pengujian yang teliti dan kritis dalam mencari
fakta-fakta atau prinsip-prinsip; penyelidikan dengan tekun untuk memastikan
sesuatu hal. Sehingga dapat juga diambil
kesimpulan bahwa Riset adalah usaha untuk menemukan (pengetahuan tentang) suatu
hal menurut metode ilmiah.
Metode
Ilmiah
Method yang biasanya ditulis methode,
metode, metoda berasal dari kata Latin meta, yang berarti after
(sesudah), dan hodos, yang berarti way (jalan).
Selanjutnya menjadi methodus atau dalam bahasa Gerik methodos, yang
berarti investigation following after (penyelidikan berikut setelah), atau a way of doing anything (cara melakukan sesuatu), atau regular or orderly arrangement (biasa atau tertib pengaturan), yaitu suatu cara atau jalan pengaturan atau
pemeriksaan sesuatu atau susunan yang teratur.
Dalam metafisika, istilah kata meta menunjukkan
suatu wilayah yang masih gelap, masih belum dijangkau oleh pikiran manusia,
sesuatu wilayah yang terbentang di hadapan manusia sesudah mereka sampai pada
batas wilayah yang sudah dikenalnya (fisika).
Demikian juga dengan dunia ilmu, sesudah batas wilayah obyek formal
ilmu, maka akan membentur dunia yan masih penuh tanda tanya, penuh masalah. Metode adalah merupakan jalan atau cara untuk
menguak wilayah ilmu yang masih gelap tersebut.
Ciri utama metode adalah sifat empiris, artinya
keputusan-keputusan pikiran diambil berdasarkan data empiris, data pengalaman,
data yang telah diperiksa kebenarannya, dan kemudian harus diperiksa
kecocokan/kesesuaian antara keputusan pikiran dengan kenyataan.
Cara atau jalan untuk
menemukan pengetahuan tentang suatu hal yang tidak berdasarkan mekanisme atau
pola empiris, bukanlah metode ilmiah.
Cara-cara bukan ilmiah
tersebut antara lain :
1.
Trial and error, mencoba untung-untungan, bila gagal mencoba lagi, cara
kerja yang sembarangan, tidak mempunyai pola kerja tertentu dalam menghadapi
situasi. Kegagalan hanyalah suatu kesialan saja.
2.
Berdasarkan authority
and tradition (otoritas dan tradisi), menolak pendapat
seseorang, meskipun masuk akal, dan menerima pendapat orang lainnya berdasarkan
anggapan bahwa orang lain tersebut yang berwenang memberi fatwa, dianggap suci,
luhur, atau sudah menjadi adat.
3.
Berdasarkan speculation and argumentation,
seseorang berhasil dalam hal tertentu pada waktu tertentu, beranggapan bahwa ia
akan berhasil dalam hal yang lain pada waktu yang lain. Bila pada waktu yang
lain tersebut ia gagal, maka orang lainlah yang salah, karena tidak memahami
dan menghargai keberhasilan yang terdahulu.
Menurut beberapa penulis yang lain, metode
ilmiah dapat bermakna sebagai pola kerja, ada juga yang menjelaskan sebagai
suatu proses. Menurut Koentjaraningrat
metode ilmiah dapat juga disebut sebagai pembangunan ilmu, yang selanjutnya
dikatakan bahwa metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan
atau cara dalam rangka ilmu tersebut untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan.
Tentang hubungan antara pengetahuan dan ilmu dilanjutkannya, bahwa tanpa metode
ilmiah suatu pengetahuan itu sebenarnya bukanlah suatu ilmu, namun hanya
merupakan suatu himpunan tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan
antara gejala yang satu dengan yang lain.
Ndraha (1981) akhirnya mengemukakan uraian
Copi, bahwa metode ilmiah dapat dipandang sebagai pemecahan masalah, sebagai
berikut:
ü Identifikasi masalah
ü Hipotesis pendahuluan
ü pengumpulan fakta-fakta
tambahan
ü Perumusan hipotesis
ü Penjabaran lebih lanjut
terhadap konsekuensi
ü Pengujian terhadap
konsekuensi
ü Penerapan
Pengetahuan Ilmiah
Manusia adalah makhluk yang mempunyai sifat
dasar ingin tahu. Terdapat berbagai cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh
pengetahuan yang benar tentang sesuatu hal. Pengetahuan yang benar hanya dapat
ditemukan apabila dilakukan cara-cara berdasarkan aturan-aturan tertentu.
Cara-cara berdasarkan aturan tertentu tersebut disebut ilmu. Sesuatu yang
bersifat ilmu atau yang memungkinkan digunakannnya ilmu, disebut ilmiah.
Asal kata Ilmu dari bahasa Arab dan dalam
bentuk jamak adalah Ulum, artinya mengetahui sesuatu dengan hakekat/yakin dan
mengerti, atau mengetahui sesuatu dengan mendasar, atau sesuatu yang dapat
mengungkapkan masalah secara jelas.
Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science, yang berasal dari Latin
scire, yang berarti to know, mengetahui. Kemudian timbul kata sciens, lalu scientia,
berarti pengetahuan yang diperoleh dari penelitian atau studi.
Kata Ilmu mengandung
pengertian yang bermacam-macam tergantung pada konteks penggunaannya. Ilmu
disebut juga ilmu pengetahuan atau sains. Ilmu mengandung arti ilmu pengetahuan
secara umum, namun sains cenderung diartikan ilmu alamiah (natuaral science),
walaupun dalam bahasa Inggris kata science diartikan ilmu secara umum
(misalnya, social science, educational science, dan linguistic
science). Sebaliknya dalam bahasa Inggris, scientist diartikan sebagai ahli
ilmu alamiah, sedangkan ilmuwan sosial cenderung disebut scholar. Sebaliknya,
kata scholarship (kesarjanaan atau bobot ilmiah) dalam bahasa Inggris mengacu
ke sifat keilmiahan semua ilmuwan.
Selain itu ada pendapat
yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah nama lain dari ilmu, yang satu dapat
digunakan sebagai substitusi dari yang lainnya. Kedua kata tersebut
di-rangkaikan menjadi ilmu pengetahuan, sekedar untuk mengintensifkan arti
katanya. Pendapat tersebut dari suatu segi mengandung kebenaran, dengan alasan
bahwa istilah ilmu disini harus dapat dibedakan dari ilmu dalam konteks ilmu
ghaib, ilmu sihir, ilmu (ngelmu kejawen), dan sebagainya. Untuk membedakannya,
ilmu yang diperoleh dari hasil penelitian atau studi disebut ilmu pengetahuan.
Ilmu Pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan merupakan satu
kesatuan dalam kelompok bidang ilmu, yang dihasilkan melalui penelitian dengan
menggunakan pengetahuan ilmiah.
Suatu pengetahuan disebut
ilmiah apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·
Obyektif, pengetahuan yang
obyektif adalah pengetahuan yang seuai dengan kenyataan,
·
Luas, orang yang
berpengetahuan sempit akan tertipu oleh suatu kesimpulan yang kemudian ternyata
keliru apabila pengetahuannya diperluas,
·
Dalam, sehingga
menyelesaikan masalah dengan mencari akar permasalahan,
·
Relatif, setiap pengertian
adalah terbatas, terletak pada posisi tertentu dalam dunia pengetahuan, yang
satu berkaitan erat dengan yang lain,
·
Dapat diabstraksikan, dapat dipisahkan dan ditarik dari
berbagai pengetahuan yang luas dan dalam, sehingga lebih jelas bersifat
kelompok pengetahuan tertentu. Kemampuan manusia adalah terbatas. Oleh karena
itu harus berusaha mengefektifkan dan mengefisienkan penguasaan pengetahuannya. Ciri khusus yang kurang atau tidak esensial,
dianggap tidak ada, dan hanya ciri penting yang eseinsial ditandai dengan
sebutan kelompok pengertian tertentu.
·
Dapat dikonkritisasi, agar
pengertian abstrak dapat bermanfaat. Proses konkritisasi adalah kebalikan dari
abstraksi. Konkritisasi antara lain dapat ditempuh dengan : (a) memberikan
definisi tentang suatu pengertian, (b) menunjukkan sebanyak-banyaknya contoh
pengertian yang ada, (c) memberikan teladan yang konsisten, dan aplicable.
·
Sistematis, susunan buah
pikiran atau pengetahuan disebut sitematis jika letak setiap pengertian telah
teratur dalam suatu sistem,
·
Terdisiplin, sistem
memerlukan disiplin, menempatkan di bawah pengawasan, penertiban,
pengaturan. Sistem tanpa disiplin ibarat
susunan batu tanpa semen. Disiplin menunjukkan beberapa hal : (a) setiap term,
istilah, atau kata mempunyai atau diberi arti atau pengertian tertentu, (b)
arti atau pengertian dari setiap term adalah terbatas, (c) ada aturan,
ketentuan, atau tertib tertentu yang menjadikan hubungan antar pengetahuan
serasi, teratur, dan tertib,
·
Berkembang
·
Metodis instrumental,
·
Mobil, memungkinkan
pengertian digerakkan ke segala penjuru, seolah-olah berada dalam suatu sistem
stereometris multidimensional,
·
Terbuka, dapat dipelajari
oleh siapa saja sesuai kemampuan dan kebutuhan, tanpa kerahasiaan dan
pemalsuan, terbuka bagi saran dan kritik.
Sikap Ilmiah
Setiap orang pada saat dan
tempat tertentu akan berada dalam suatu situasi. Jika orang tersebut merasa
sebagai bagian dari situasi itu, maka orang itu disebut mengalaminya. Orang
disebut sebagai bagian dari situasi tersebut apabila orang itu langsung atau
tidak langsung mempengaruhi atau dipengaruhi oleh situasi yang bersangkutan.
Seseorang yang mampu
melihat adanya hubungan antara dirinya dengan situasi tempat orang itu berada,
dan dengan situasi di luar dirinya, maka orang itu disebut menyadari sesuatu
hal atau obyek. Dari hubungan itu orang tersebut melihat sesuatu secara jelas
dan terang, akan tetapi barangkali terdapat bagian-bagian atau unsur-unsur dari
situasi yang bersangkutan masih kabur, membingungkan, gelap, tidak jelas.
Dengan adanya jaur-jalur yang gelap tersebut, situasi seakan-akan
terpecah-pecah, belum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh,
menyeluruh. Situasi yang demikian ini dijadikan sebagai obyek penelitian/
penyelidikan. Penelitian tidak hanya meliputi usaha manusia untuk menjelajahi
hal-hal yang berada di luar dirinya, melainkan juga meliputi proses pemikiran
yang berlangsung di dalam otak.
Bila seseorang menyadari
sesuatu hal, berarti ia dapat membedakan hal itu dari hal-hal lainnya yang
jumlahnya sangat banyak. Kemampuan membedakan dan menyoroti sesuatu di antara
sekian banyak obyek, disebut sense of discrimination. Semakin tajam dan
peka kemampuan seseorang dalam membedakan sekian banyak obyek, maka akan
semakin terang suatu situasi atau perbedaannya dengan situasi yang lain.
Ada orang yang beranggapan
bahwa hal-hal yang dialami dan disadari hanyalah semu belaka, sehingga tidak
diperhatikan, dan dibiarkan berlalu begitu saja. Namun ada juga orang yang berpendapat bahwa
hal-hal yang dialami dan disadari itu sungguh-sungguh nyata ada, orang yang
berpendapat demikian dibagi menjadi dua golongan :
Ø Golongan yang berpendapat
bahwa segala situasi adalah wajar, biasa, sesuatu yang sudah semestinya ada.
Ø Golongan yang tidak
menerima begitu saja, melainkan memandang hal-hal itu sebagai sesuatu yang
menimbulkan pertanyaan dan memerlukan jawaban.
Golongan kedua inilah yang
lazim disebut sebagai memiliki sikap ilmiah, scientific attitude. Sikap ilmiah ialah sikap yang memungkinkan
seseorang berfikir dan bertindak secara ilmiah yang didasarkan pada pengalaman.
Sikap ilmiah meliputi
beberapa sikap :
- Sikap positip, sikap untuk tetap berperan dalam
setiap situasi, sekalipun situasi yang seburuk-buruknya, walaupun peranan
yang diberikan sangat kecil. Suatu situasi yang terbatas bagi seseorang,
sesungguhnya merupakan suatu yang lebih luas berada dalam situasi yang
lain. Yang bersangkutan akan berperan di dalam suatu
situasi, jika memiliki pegangan/dasar tertentu.
- Sikap bertanya, menjadikan orang untuk tidak
membiarkan sesuatu berlalu tanpa diperhatikan terlebih dahulu, barangkali terdapat
bagian atau unsur yang perlu dicermati. Sikap bertanya dapat dikembangkan
atau berkembang berdasarkan sikap dasar manusia, yaitu ingin tahu.
Sosiologi riset merupakan suatu jalur kajian yang mempelajari hubungan
antara perkembangan ilmu pengetahuan atau riset dengan situasi dan kondisi
masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah mempelajari : kendala-kendala
yang dihadapi seseorang untuk menemukan fakta-fakta di dalam masyarakat,
atau kendala-kendala mengakomodasi rekomendasi ilmiah ke dalam keputusan
kebijakan.
- Sikap sangsi, menjadikan seseorang tidak begitu saja
menerima sesuatu jawaban terhadap suatu pertanyaan yang timbul dari
keingintahuan manusia, jika tanpa diperiksa terlebih dahulu kebenaran
jawaban tersebut. Bahkan terhadap kebenaran aksiomatis, sebagai contoh
bahwa dua garis sejajar tidak akan pernah saling berpotongan, ia juga
masih merasa ragu-ragu.
- Sikap sangsi ini mendorong manusia untuk melakukan
pembaharuan-pembaharuan, dan menguji kebenaran dari setiap detil atau
bukti yang ada. Sikap sangsi seperti itulah yang melahirkan faham
skeptisisme.
Skeptisisme
Skeptisisme berarti faham
yang mengandung pertimbangan atau pemikiran. Terdapat dua macam skeptisisme,
yakni:
- Skeptisisme negatif, faham ini berpendapat bahwa
manusia tidak akan pernah sampai pada suatu kebenaran, baik disebabkan
oleh sifat hakekat obyek yang tidak menampakkan diri secara
utuh/seluruhnya, maupun oleh pengenalan manusia yang sangat terbatas.
- Skeptisisme positif (kritis, me), faham ini
berpendapat bahwa kesangsian terhadap sesuatu hal justru mendorong manusia
untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
Sikap kritis adalah ciri
pokok dari skeptisisme, terutama skeptisisme positif. Orang yang bersikap
kritis adalah orang yang cakap menunjukkan batas-batas suatu masalah, mampu
membuat problemstelling, mampu menunjukkan perbedaan dan kesamaan suatu hal
dibanding dengan yang lain, dan cakap menempatkan suatu pengertian dalam
kedudukannya yang tepat terhadap yang lain.
Mengapa skeptis?.- Misal rel kereta api
(Bertrand Russell). Tampaknya (appearance)
semakin jauh semakin rapat, bahkan seakan-akan bertemu ujungnya. Tetapi orang
tidak percaya terhadap appearance itu, sebab orang mengetahui bahwa
jarak antara kedua rel tetap sama. Jadi
kenampakan (appearance) belum tentu sesuai dengan kenyataan (reality)
yang sesungguhnya. Orang beruntung,
karena mengetahui bahwa kedua rel tersebut sesungguhnya berjarak sama, dan
tidak bertemu di ujung, berdasarkan pengujian dari pengalaman, pengukuran dan
sebagainya. Akan tetapi bagaimana halnya dengan kasus lain yang realitasnya
tidak dikenal atau tidak dapat diteliti, diukur, dan orang hanya mengenal appearance
itu? Yang pasti adalah bahwa realitas dapat atau bahkan sama sekali berbeda
dengan appearancenya. Oleh karena itu common sense yang
memungkinkan orang melihat appearance perlu dikaji secara kritis. Inilah
yang menjadi sumber skeptisisme.
Informasi-informasi yang oleh alat-alat indera
disampaikan ke otak dapat berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan situasi
subyek dan obyek, serta metode pengenalan dan sifat hubungan antara subyek dan
obyek. Demikian pula, kenampakan suatu obyek dapat berbeda-beda menurut segi
pandang atau sudut pandang subyek dalam memandang obyek dan alat yang digunakan
untuk memandang (kaca mata pandang). Bagaimanakah cara agar orang dapat
menemukan suatu pengetahuan yang benar dari appearance yang mungkin sama sekali
berbeda dengan realitasnya?, dan mungkinkah orang menemukan pengetahuan yang
benar? Jawaban itu semua adalah memungkinkan asal dalam rangka pencariannya
dipenuhi syarat-syarat keilmiahan.
Berfikir
Ilmiah
Berfikir adalah proses mengenal sesuatu. Alat
untuk berfikir adalah pengertian. Hasil proses pengenalan disebut pengetahuan,
yaitu faham atau tanggapan atau pengertian subyek pemikir terhadap obyek difikirnya.
Berfikir ilmiah ialah berfikir yang memenuhi persyaratan keilmiahan.
Terdapat dua metode atau teknik dasar berfikir
ilmiah :
- Berfikir
reflektif, yaitu suatu proses merubah suatu situasi yang gelap menjadi
terang dan tertentu. Untuk itu diperlukan suatu proses peloncatan atau
proses penerangan dari dunia yang sudah dikenal ke dunia yang belum
diketahui. Setiap obyek akan menyatakan diri melalui
gejala-gejala atau fenomena.
Gejala-gejala itu terpancar dan memantul pada permukaan indera
manusia. Informasi tentang fenomena ini disampaikan ke otak, kemudian
ditanggap oleh fikiran.
- Berfikir Kreatif.- Otak menangkap gejala-gejala yang
disebut pengertian. Semakin tinggi teknologi, semakin besar daya olah
sumber daya yang ada; semakin efektif pengertian, semakin banyak gejala
yang dapat ditanggapi. Gejala-gejala dapat ditanggapi secara kurang
sempurna, apabila alat-alat yang dipakai untuk menanggapi tidak sempurna,
akibatnya keputusan fikiran dapat keliru.
Hipotesis
Hipotesis berarti suatu
pernyataan yang kedudukannya belum sekuat suatu proposisi atau dalil, yaitu
masih berupa subposition.
Berdasarkan pengertian
metode ilmiah, setiap penelitian terhadap suatu obyek harus di bawah tuntunan
suatu hipotesis yang berfungsi sebagai pegangan sementara atau jawaban
sementara yang masih diuji kebenarannya di dalam kenyataan (empirical
verification), percobaan (experimentation) atau praktik (implementation).
Fungsi hipotesis, setiap hipotesis memegang
salah satu dari beberapa fungsi:
v
Sebagai jawaban sementara yang masih perlu
diuji kebenarannya,
v Petunjuk ke arah
penyelidikan lebih lanjut,
v
Sebagai working hypothesis, atau hipotesis
kerja,
v
Suatu prakiraan atau dugaan tentang sesuatu
yang bakal datang atau yang akan ditemukan,
v
Sebagai konsep yang berkembang,
v Sebagai bahan untuk
membangun suatu teori.
Jenis-jenis hipotesis :
à
Preliminary hypothesis, ialah hipotesis pendahuluan atau sementara,
yang belum atau sedang diuji kebenarannya.
à
Hipotesis, yaitu hipotesis
pada umumnya atau Preliminary hypothesis yang telah diterima sebagai
hipotesis, ternyata benar.
à
Hipotesis penelitian,
ialah hipotesis yang berfungsi sebagai penuntun dalam melakukan penelitian.
à
Hipotesis kerja, yaitu
hipotesis yang menuntun pelaksanaan rekomendasi yang disusun berdasarkan penelitian
ilmiah. Setiap cara, program, rekomendasi, dan sebagainya yang dimaksudkan
untuk mencegah terulangnya suatu kejadian yang bermasalah, atau untuk
memperbaikinya, pada hakekatnya adalah hipotesis juga.
à
Asumsi atau anggapan.
Hipotesis yang disusun berdasarkan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut juga
merupakan hipotesis. Oleh karena itu jika asumsi meleset, maka hipotesis juga
meleset.
à
Hipotesis nol, dan
hipotesis alternatif.
Syarat-syarat hipotesis yang baik (menurut Copi dalam Ndraha, 1981) :
·
Relevance,
.... be relevant to the fact which it is intended to explain, that is,
the fact in question must be deducible from the proposed hypothesis ....
(Relevansi, ....
relevan dengan fakta yang dimaksudkan untuk menjelaskan,
yaitu, kenyataan tersebut harus deducible dari hipotesis
yang diajukan ....)
·
Testability, artinya .... there must be the
possibility of making observations which tend to confirm or disprove any
scientific hypothesis.
(harus ada kemungkinan
untuk membuat pengamatan yang
cenderung untuk mengkonfirmasi atau
menyangkal hipotesis ilmiah apapun)
·
Compatibility, artinya hipotesis yang baru
harus konsisten dengan hipotesis yang di lapangan yang sama dan telah teruji
kebenarannya, sehingga hipotesis demi hipotesis membangun suatu sistem:
Science, in seeking to encompass more and more facts, aims at achieving system
of explanatory hypothesis. (Ilmu pengetahuan, untuk mencari sebanyak-banyaknya
fakta pendukung, yang bertujuan untuk mencapai kejelasan hipotesis.
·
Predictive or Explanatory Power, artinya hipotesis
yang baik mempunyai kemampuan untuk memprakirakan tentang yang akan terjadi
atau akan diketemukan : .... is meant the range of observable facts that can be
deduced from it (dimaksudkan kisaran fakta
diamati yang dapat disimpulkan dari itu)
·
Simplicity, sederhana atau yang lebih
sederhana.
Kebenaran Ilmiah
Manfaat utama dari
pengujian hipotesis adalah untuk mencapai kebenaran ilmiah. Istilah kebenaran berasal
dari akar kata benar, salah satu diantara norma dasar yang diajarkan oleh
Filsafat. Dalam arti umum kebenaran adalah relatif. Dalam
bahasa asing disebut Scientific Truth. Harus dapat dibedakan dari arti kebenaran menurut
kepercayaan spiritual atau ajaran-ajaran agama. Di lingkungan keagamaan, orang
harus percaya dulu baru berfikir. Sebaliknya dalam lingkungan ilmiah, berfikir
dulu baru percaya. Kebenaran ilmiah harus memiliki beberapa
kriteria, antara lain :
ü
Sesuai dengan fakta.- Suatu dalil atau ucapan
disebut benar, kalau dalil atau ucapan itu sesuai dengan fakta atau realitas.
ü
Sesuai dengan ketentuan.
ü
Obyektif.- Sesuatu disebut benar jika sesuatu
itu obyektif. Dalam hal ini obyektif berarti lepas dari subyektivitas atau
kesadaran. Misalnya seseorang yang belum
pernah ke Mekah ditanya, dimanakan terletak kota Mekah?, Jawaban :di Arab
Saudi, adalah benar, walaupun ia sendiri belum pernah melihatnya. Ini dapat
disebut scientific belief.
ü Sesuai Bukti Akal.- Ada banyak hal yang tidak
dapat atau tidak mampu dibuktikan sebenarnya secara empiris, misal adanya
Tuhan. Bukti akal memberi
keyakinan bahwa Tuhan itu benar-benar ada, karena kalau tidak, dari mana asal
mula segala ini ?.
Kesulitan-kesulitan.-
Jawaban atas pertanyaan, bagaimana rasanya dipukul, sukar sekali diberikan. Hal
itu dapat diungkapkan dengan berbagai cara dan alat. Selanjutnya dapat muncul
pernyataan yang berantai terus-menerus, misal: bila dipukul terasa sakit, sehingga
timbul pertanyaan: Bagaimana rasanya sakit?
Jawaban yang tepat dan benar adalah memukul si penanya, agar ia
merasakan sendiri dipukul dan sakit. Akan tetapi hal ini juga sulit dilakukan
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Obyek
Obyek adalah sesuatu yang
dengan cara tertentu dapat dikenali oleh subyek pemikir, baik sebagai suatu
konsep atau pengertian yang dibentuk sendiri oleh subyek dalam fikirannya.
Obyek riset.- adalah
barang atau sasaran yang hendak diteliti oleh peneliti. Obyek riset sangat erat
hubungannya dengan hipotesis yang telah ditetapkan, dikaitkan dengan
unsur-unsur kejadian. Dalam hal membuktikan bahwa keluarga petani di suatu
daerah rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Yang menjadi responden adalah
keluarga petani, dan menjadi obyek penelitian. Obyek harus dapat dibedakan
dengan lokasi. Lokasi ialah tempat / wilayah / daerah obyek berada.
Realitas dan fenomena.-
Realitas adalah suatu benda atau hal; fenomena adalah muncul menampakkan diri.
Pemeriksaan realitas
terhadap obyek penelitian dapat dilakukan secara : (a) Langsung, dengan jalan
melakukan pengukuran, sebagai contoh untuk membuktikan bahwa rel kereta api
sejajar tidak pernah memotong. Obyek tersebut dapat dilihat, diukur, dan
diraba, sedangkan jika obyek tidak demikian, maka secara (b) Tidak langsung:
(i) melalui perhitungan-perhitungan logis; dengan perhitungan dan prinsip
logika bahwa karena jarak antara roda-roda lokomotif dan gerbongnya tetap, dan
roda-roda berjalan di atas rel, jarak antara kedua rel pasti sama, jika jarak
tidak sama, maka roda-roda keluar rel; (ii) melalui appearance, yang diduga
dapat menunjukkan realitas. Appearance inilah yang disebut sebagai gejala atau
fenomena.
Oleh karena realitas tidak
dapat langsung diketahui, maka yang dianggap sebagai obyek riset adalah
gejala-gejala yang nampak, fakta-fakta, berarti sesuatu yang telah terjadi atau
berlaku.
Realitas dan kenyataan.-
Di dalam bahasa Indonesia, kenyataan mengandung dua arti : Sebagai terjemahan
dari reality,
Sebagai terjemahan dari
fenomena, sama dengan gejala. Gejala-gejala seperti cahaya, tenaga, rasa
tersentak, jika karena alirannya adalah gejala-gejala elektrisitas yang juga
sekaligus sebagai kenyataannya.
Hakekat dan penjelmaan.-
Hakekat adalah inti yang terdalam, essence. Di
kalangan Filosof hakekat disebut dengan berbagai istilah antara lain : prima
causa, dasar, awal, asal, sumber, intisari, prinsip, yang ter ... . Hakekat menyatakan diri
melalui penjelmaan-penjelmaan tertentu. Penjelmaan itulah yang dipandang
sebagai obyek riset.
HAKEKAT PENELITIAN
Kegiatan yang dapat diwadahi dengan istilah
penelitian sangat beragam. Kegiatan tersebut dapat mencakup kajian tentang bentuk
dan isi kepustakaan; pengecekan keaslian suatu dokumen, baik historis,
administratif, maupun akademis; penyusunan dan pengembangan rumus matematis;
pengembangan model atau prototipe karya teknologi; penyusunan dan pengembangan
teori; dan yang amat lazim adalah pengunpulan dan analisis data survei atau
eksperimen. Istilah penelitian sekarang mengandung pengertian yang luas dan
kompleks, yang sulit difahami maknanya dengan baik, tanpa mengacu kepada
individu yang melaksanakannyaatau konteks yang mendasari pelaksanaan penelitian
itu. Anggapan bahwa penelitian itu hanyalah kegiatan seperti survei,
eksperimen, atau studi kasus, adalah pandangan yang sempit.
Dari berbagai keanekaan
wujud macam penelitian tersebut mengandung kesamaan pokok, yaitu bahwa kegiatan
penelitian terkait dengan akumulasi pengetahuan, baik langsung maupun tidak
langsung. Pengetahuan dapat bersifat teoritis, praktir, ilmiah, non ilmiah.
Untuk memperjelas hakekat penelitian, maka perlu dibahas kaitan pengetahuan
dengan ilmu, dan antara ilmu dengan penelitian.
Pengetahuan
dan Ilmu
Kata pengetahuan (knowledge) berasal dari kata
tahu (know, learn, perceive, see, understand, comprehend). Kegiatan tahu atau
mengetahui itu melibatkan indera, syaraf, dan otak. Produk dari kegiatan ini
adalah pengetahuan, yang dapat berbentuk gagasan atau ide, cara-cara berfikir,
informasi dan data.
Pengetahuan diperoleh dari
berbagai sumber yaitu pengalaman, orang yang berkewenangan, berpikir deduktif,
berfikir induktif, dan pendekatan ilmiah. Sumber pengetahuan pertama dan yang
paling produktif adalah pengalaman; dengan pengalaman dapat menemukan jawaban
terhadap berbagai pertanyaan yang ada di benak kita. Pengalaman memiliki
keterbatasan, antara lain tergantung pada sifat dan kondisi subyek yang
memperoleh pengalaman itu sendiri (kondisi fisik subyek dan kemampuan untuk
mengindera yang dihayati).
Orang yang memiliki keahlian dalam satu bidang
juga dapat menjadi sumber pengalaman. Namun hal ini tidak menambah akumulasi
pengetahuan, melainkan berfungsi sebagai pengumpul dan penyimpan pengetahuan.
Cara lain untuk memperoleh pengetahuan adalah dengan berfikir induktif dan
deduktif secara terpisah atau sistematik mengikuti prosedur tertentu.
Penggabuangan dua pendekatan berfikir tersebut, yaitu deduktif dan induktif
dapat menghasilkan pengetahuan yang akurat dan shahih. Oleh karena itu cara ini
disebut dengan pendekatan ilmiah.
Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang telah
tersusun secara sistematis mengenai alam semesta. Kumpulan pengetahuan itu
terakumulasi bertahun-tahun dan bahkan mungkin dari satu generasi ke generasi
berikutnya yang mengalami penambahan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam
bahasa Indonesia, istilah ilmu (science) disebut juga ilmu pengetahuan.
DASAR PENGETAHUAN
Binatang memiliki
pengetahuan, namun hanya terbatas untuk mempertahankan jenisnya.
Manusia mampu menalar,
artinya berfikir secara logis dan anaitis. Karena berkemampuan menalar dan
berbahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran yang abstrak, maka manusia
selain memiliki pengetahuan, juga mampu mengembangkannya. Pengetahuan diperoleh
manusia tidak hanya dengan penalaran, melainkan juga dengan kegiatan berfikir
lainnya, dengan perasaan dan intuisi. Pengetahuan dapat juga diperoleh lewat
wahyu (untuk para Nabi) atau inspirasi.
Induksi dan deduksi
merupakan inti penalaran logika-empiris. Kegiatan berfikir ilmiah menggunakan
teori koherensi dan juga teori korespondensi dalam menetapkan kebenaran
hasilnya.
Kemampuan menalar
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Manusia mengetahui sesuatu
yang benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek, serta secara terus
menerus dipaksa harus mengambil pilihan jalan yang benar atau salah, tindakan
yang baik atau buruk, sesuatu yang indah atau jelek. Dalam menentukan pilihan
tersebut, manusia merujuk kepada ilmu pengetahuan.
Binatang juga mempunyai
pengetahuan, akan tetapi terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival).
Sedangkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan
secara sungguh-sungguh. Mereka tidak hanya sekedar mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidup, namun juga memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru.
Manusia mengembangkan kebudayaan, memberi makna kepada kehidupannya,
memanusiakan diri dalam hidupnya dan sebagainya. Semua itu pada hakekatnya
menyimpulkan bahwa dalam hidupnya, manusia mempunyai tujuan tertentu yang lebih
tinggi daripada hanya sekedar kelangsungan hidup. Pengembangan pengetahuan
tersebut mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.
Manusia dapat mengembangkan pengetahuan disebabkan oleh
dua hal utama, yakni: pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan fikiran yang melatar belakangi informasi
tersebut; kedua, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir
tertentu, sehingga manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan
mantap. Secara garis besar kemampuan berfikir seperti itu disebut penalaran.
Binatang juga mampu berfikir, namun tak mampu berfikir nalar.
Pustaka :
Ndraha, Taliziduhu. 1981.
RESEARCH. Teori, metodolagi,
administrasi. PT. Bina Aksara Jakarta.
Nuril Huda, 2000.
Penelitian dan Publikasi Ilmiah. Dalam
Menulis Artikel Untuk Jurnal Ilmiah (Editor: Ali Saukah dan Guntur Waseso).
Universitas Negeri Malang Press. hal.: 1-13.
No comments:
Post a Comment